Alexandar Marwata, Ak., S. H., CFD adalah seorang laki-laki kelahiran Klaten, Jawa Tengah pada 26 Februari 1967. Sewaktu kecil ia mengenyam pendidikan di sekolah Dasar Plawikan I Klaten ( Jawa Tengah) dan lulus pada tahun 1980. Kemudian melanjutkan sekolah di SMP pangudi luhur Klaten dan lulus pada tahun 1983. Jenjang selanjutnya ia memilih keluar dari wilayah Klaten dengan mendaftarkan diri di SMAN I di Yogyakarta dan lulus pada tahun 1986. Marwata tergolong cerdas hingga ia bisa diterima pendidikan D- IV Akutansi di STAN, Jakarta. Ia berhasil tamat pada tahun 1995. Ia tidak puas dengan pendidikan yang telah di tempuhnya dan melanjutkan pendidikan Hukum di Universitas Indonesia. Ia lulus pada tahun 2001.
Karirnya menanjak sejak ia menjabat sebagai Divisi Hukum dan HAM di Kanwil Kementrian Hukum dan HAM Yogyakarta pada tahun 2010-2011. Ia kemudian terpilih untuk memegang jabatan sebagai Kepala Divisi pelayanan Hukum dan HAM di Direktorat Jendral HAM Kementrian Hukum dan HAM untuk periode 2011-2014. Sebelum masa jabatannya berakhir, pada tahun 2012 ia terpilih pada Hakim Ad Hoc Tipikor di pengadilan Negeri Jakarta Pusat periode 2012-2015. Marwata dianggap berkopenten di bidang itu karna sebelumnya ia adalah salah satu Auditor di Badan pengawasan keuangan dan Pembangunan (BPKP), sekaligus pemilik Certified Fraud Examiner (CFE). CFE adalah certifikasi Internasional bagi spesialis pencegahan dan pemberantasan penipuan.
Marwata kemudian terpilih sebagai wakil ketua KPK periode 2015-2019. Marwata hanya menjalani satu putaran voting dan mendapatkan 46 suara. Sebelum terpilih, ia menjalani uji kelayakan dan kepatutan di komisi III DPR. Ia memberikan pandangan terkait KPK ke depannya. Saat itu ia mengatakan bahwa KPK kelak harus bisa menjadi quality insurance ( kualitas penindakan di surat dakwaan dan proses pembuktian di persidangan) bagi proses penyidikan di kepolisian dan kejaksaan.
Marwata juga memberikan masukan agar KPK melakukan lifestyle check yaitu menyoroti pejabat yang memiliki gaya hidup mewah, terutama bagi pejabat yg tidak punya penghasilan tambahan selain sebagai pejabat Negara. Oleh karnanya, setiap pejabat Negara harus membuat laporan harta kekayaan. Sebagai pembanding, bisa juga di lihat dari laporan pajak dan transaksi yang ia lakukan. Jika terjadi kejanggalan, perlu di lakukan penyelidikan lebih lanjut.
Untuk melakukan semua itu KPK tidak bisa melakukannya sendirian. Marwata mengusulkan agar KPK bekerja sama dengan badan Usaha milik Negara, lembaga, atau institusi lain, terutama dengan bagian inspektorat Jendral atau pengawasan internal. Soal anggaran dan lelang, Marwata akan menerapkan e-budgeting dan e-tender bagi instansi-instansi.
Alexander Marwata di kenal sebagai sosok yg kontroversial karena sering melakukan dissenting opinion (pendapat berbeda dengan Hakim lainnya).
Sumber: Ensiklopedia antikorupsi seri satu.