Notification

×

Iklan

Iklan

Hukum Waris Lanjutan Sebelumnya, Penting difahami.

| Agustus 09, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-08-09T13:10:43Z
Penghalang pelaksanaan waris. 


Ada tiga alasan yang menghalangi pelaku waris mewarisi. Pertama, karena status budak. Budak dianggap tidak dapat mengurusi dan mempunyai apa-apa, bahkan dirinya sendiri menjadi milik tuannya. Para fukaha, (ahli hukum Islam) mendasrkan hal ini pada surah an-nahl ayat 75 yang artinya " Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak dengan suatu apapun... " Kedua  karena pembunuhan. Orang yang membunuh seseorang tidak berhak menerima waris dari simati. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh ahmad dari umat bin Khattab: " Siapa yang membunuh seseorang ia tidak dapat mewarisi si terbunuh itu, meskipun si terbunuh itu tidak mempunyai ahli waris lain selain si pembinuh; dan apabila si terbunuh itu orang tua atau anaknya, si pembunuh tidak berhak menerima harta pusakanya. " Ketiga, karena pewaris dan orang yang akan mewarisi berlainan agama (Muslim dan nonmuslim). Hal ini didasarkan Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang atinya: "orang muslim tidak boleh mewarisi dari orang kafir  dan orang kafir tidak boleh mewarisi dari orang muslim."

Hubungan pewaris dan ahli waris. 

Untuk menjadi ahli waris, harus ada hubungan antara  pewaris dan orang yang akan mewarisi. Hubungan pewaris dan ahli waris ada tiga. Pertama hubungan perkawinan yang sah. Seorang istri dapat mewarisi harta peninggalan suaminya dan sebaliknya. Kdua, hubungan kekerabatan atau kekeluargaan yang disebut nasab (keturunan) hakiki (nasab) ; terdiri dari tiga macam, yaitu ashab al-furud (ahli waris yang menerima bagian yang telah ditentukan jumlahnya, hanya menerima sisa dari penerima pertama), dan zawi al arham (ahli waris yang tidak termasuk dalam dua kelompok tersebut). Ketiga, hubungan karena memperdekakan budak. Jika salah satu (majikan atau budak) mati dan meninggalkan harta pusaka, maka yang lainnya berhak menerima bagian harta pusaka, demikian pula sebaliknya. Ketentuan ini didasarkan atas hadis riwayat al-Hakim: " Hak wala (kemerdekakan budak) itu suatu kekerabatan sebagai kekerabatan yang berdasarkan nasab, tidak boleh dijual dan tidak boleh pula diberikan. " Jika orang yang mati tidak memiliki ahli waris sama sekali, harta peninggalannya diserahkan  kepada Baitulmal. Ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Abu Dawud:  Saya adalah ahli waris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris. Aku yang membayar dendanya dan akupun mewarisi hartanya". Ketika Nabi SAW sudah tidak ada, yang mengelola harta sepert itu adalah lembaga yang mengurus harta untuk kepentingan umat, seprti Baitulmal atau lembaga sosial keagamaan lainnya. 

Kewajiban sebelum Pembagian Harta Warisan. 

Ada hal-hal yang harus di lakukan sebelum harta Warisan dibagikan. 

Pertama, membiayai penyelenggaraan jenazah mulai dari pengafanan sampai dengan pengubiran. Golongan Haradilah mewajibkan ahli waris agar lebih dahulu mengeluarkan biaya penyelenggaraan jenazah dari pada pembayaran utang simati. Sedangkan menurut Jumhur (kebanyakan) Ulama, dalam hal ini Ulama dari Mazhab Maliki, Mazhab Syafi'i, dan Mazhab Hanafi, ahli waris lebih dulu membayar utang si mati daripada mengeluarkan biaya penyelenggaraan . Mereka berpendapat bahwa jenazah jangan dulu dikebumikan sebelum utang-utangnya dilunasi terlebih dahulu. 

Kedua, membayar utang si mati. Utang ada dua macam, yaitu utang kepada manusia, dan utang kepada Allah Swt, seperti zakat, Kafarat, dan nazar. Menurut Ulama dari Mazhab Syafi'i, utang kepada Allah SWT harus lebih dahulu dibayarkan dari pada utang kepada manusia, yang diambil dari harta peninggalan si mati. 

Sedangkan menurut Ulama dari Mazhab Hanafi, utang kepada Allah SWT harus dibayar terlebih dahulu, tetapi tidak harus dari peninggalan si mati melainkan kewajiban ahli waris membayarkannya dari harta mereka. 

Ketiga, membayay wasiat di mati dengan syarat tidak boleh melebihi harta sepertiga peninggalan. Hal ini didasarkan pada firman  Swt dalam surah an-nisa ayat 11 yang artinya: "(Pembagian-pembagian tersebut diatas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya" dan hadis yang diriwayatkan bukhari dan Muslim dari Sa'ad bin Abi Waqqas (salah seorang sahabat Nabi SAW yang dijanjikan masuk Surga) yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW melarang berwasiat lebih dari sepertiga harta peninggalan karena dikhawatirin Keluarganya jatuh miskin dan menjadi pengemis. 

Sumber: Ensiklopedi Islam jilid 5. 

Bersambung..... 
×
Berita Terbaru Update