Oleh: Sheh Sulhawi Rubba
Ada ungkapan populer di lembaga pendidikan yang dirumuskan Pujangga, bahwa Yang malu bertanya sesat di jalan. Dengan itu, murid yang ingin tahu tentang segala sesuatu ketika di rumah sekolah. Mereka akan bertanya kepada gurunya dimanapun dan kapanpun.
Sesungguhnya ada hal yang menarik untuk dicermati warga negara dalam hal proses tanya jawab untuk mengetahui hakekat suatu perkara. Kalau kita sempat hadir dalam sidang terdakwa di kantor pengadilan negeri. Jaksa dan Hakim biasanya mengajukan sederet pertanyaan terhadap terdakwa dan para saksi dalam sidang. Tujuannya untuk mengetahui akar masalah perkara yang jadi topik dalam persidangan.
Kemudian dalam kasus perkara sidang di kantor pengadilan tersebut, konon ada fatwa dari para advokat kepada terdakwa sebagai kliennya, bekal jawaban pamungkas untuk membunuh pertanyaan berantai dari jaksa dan hakim. Kata penasehat hukum jawab saja dengan ungkapan Yang Mulia, Mohon maaf saya tidak tahu atau saya lupa.
Ketika kata kunci siapapun yang ingin tahu tentang segala sesuatu dengan cara bertanya. Maka profil para filosuf yang ingin faham tentang masalah hakekat kebenaran. Mereka biasanya menyusun 1001 macam pertanyaan yang beranak pinak tentang sesuatu yang ingin diketahuinya.
Tercatat dalam sejarah Islam tentang profil para filosuf yang bertualang dalam dunia filsafat sampai di benteng terakhir masih belum puas. Kemudian dalam sejarah hidupnya mereka itu hijrah ke dalam wilayah sufi, seperti Profil Imam Al-Ghazali yang menulis buku tentang tasawuf, yang berjudul "Ihya Ulumuddin."
Dengan itu sebuah pertanyaan muncul. Kenapa para Filosuf Islam pada umumnya di akhir hayat mereka berstatus sebagai Sufi ?
Dalam hal ini meski bukan jawaban, salah satu ceciri khas ulama dan kaum sufi, yaitu mereka lebih banyak memuji sesuatu, atas dasar semuanya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Terpuji (al-Hamid).
Meskipun yang dipuji kaum sufi itu adalah makhluk yang tidak patut dipuji di muka bumi. Kaum sufi tidak akan pernah mencaci maki ulama, umara dan umat yang bejat sekalipun. Apalagi status Presiden yang sudah bekerja dengan susah payah demi martabat bangsa, negara dan agama. Mereka justru mengucap Lafaz Hamdalah atas terciptanya Iblis sebelum Nabi Adam AS yang tugasnya merayu umat manusia agar berbuat maksiat di muka bumi selama ini.
Mereka menilai dan faham, bahwa eksistensi Iblis telah berperan aktif dalam menciptakan lapangan kerja, seperti jutaan insan bekerja di institusi kepolisian, kejaksaan, kehakiman,* dan sederet lembaga lainnya yang terkait dengan masalah maksiat di tengah masyarakat atas bisikan dan rayuan Iblis setiap saat. Afwan Wallahu aklam
Selasa, 29 Agustus 23
Sabdasheh
Foto: peci hitam. Org
Editor: Abdul. Chalim