Notification

×

Iklan

Iklan

KH. Abdullah bin Nuh (1905 - 1987), Ulama Internasional yang Pejuang

| Agustus 09, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-08-10T04:01:11Z


KH. R. ABDULLAH BIN NUH, dilahirkan dikampung Bojong Meron, Cianjur tanggal 30 Juni 1905 dan wafat di Bogor tanggal 36 Oktober 1987. Raden Abdullah adalah Putra KH Rd Nuh bin Rd H Idris bin Rd H Arifin bin Rd H Sholeh bin Rd H Musti dinonaktifkan Nata Praja bin Rd Aria Wiratanudatar V (Dalem Muhyidin) bin Rd Aria Wiratanudatar IV (Dalem Sabiruddin) bin Rd Aria Wiratanudatar III (Dalem Astra Manggala) Rd Aria Wiratanudatar II ( Dalem Wira Manggala) bin Rd Aria Wiratanudatar I (Dalem Cikundul, pendiri Cianjur) bin Dalem Aria Wangsa Goparana (Murid Sunan Gunungjati, penyebar Islam di Wilayah Cianjur, Sukabumi, Bogor, Bekasi, sampai perbatasan Jakarta). Keturunan Dalem Aria Wangsa GoparanaGoparana.  Yang lain adalah Syeh Yusuf (Baing Yusuf) Purwakarta, Guru dari Syekh Nawawi Al Bantai. 
Sejak kecil mendapat Pendidikan Agama Islam yang sangat keras dari ayahnya, KH. R. Muhammad Nuh bin Muhammad Idris, pendiri sekolah al I'anah Cianjur. Dimasa Kanak-kanak, ia diajak ke Mekkah selama dua tahun, menemui neneknya, Nyi Raden Kalipah Respati, seorang janda kaya raya di Cianjur yang ingin Wafat di Mekkah. Ia pernah belajar di Madrasah Syamailul Huda di Pekalongan Jawa Tengah, dan Madrasah Hadramaut School di jalan Darmo Surabaya. Di Surabaya ia digembkengu Sayyid Muhammad bin Hasyim segini dikirim ke Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. 

Nama KH Abdullah bin Nuh sendiri tidak dapat dipisahkan dari nama Al Ghazali. Kyai, Cendekiawan, SastrawanSastrawan, dan Sejarahwan ini bukan hanya dikenal sebagai penerjemah buku-buku Al Ghazali, tetapi juga mendirikan perguruan Islam bernama"Majlis Al Ghazali " Yang berlokasi di kota Bogor. 

KH Abdullah bin Nuh terkenal dengan pemikirannya yang mendalam tentang Al Ghazali. Pertama, ia mengajak rutin kitab Ihya Ulumiddin dalam pengajian mingguan yang dihadiri banyak Ustadz-ustadz dari Bogor, Suka bumi, Cianjur, dan sekiranya. Kedua, sejak kecil ia mendapat pelajaran dari ayahnya Muhammad Nuh bin Idris, kitab-kitab Imam Al Ghazali, di antaranya Ihya Ulumiddin. Ketiga, ia menamakan pesantrenya dengan nama dengan nama pesantren al Ghazali. 

Dalam konteks pergerakan kebangsaan, KH Abdullah bin Nuh juga tidak lepas dari perjuangan tersebut. Pada masa mudanya, ia juga gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan tanah air dari penjajah Belanda. Ia pernah menjadi pembela Tanah Air (PETA) pada tahun1943 - 1945, wilayah Cianjur, Sukabumi dan Bogor. 

Sejarah mencatat bahwa PETA lahir pada bulan November 1943, lalu di ikuti lahirnya Hizbullah, beberapa minggu kemudian dimana para alim ulama kemudian masuk menjadi anggotanya. Tahun 1943 tersebut benar-benar merupakan tahun penderitaan yang amat berat khususnya bagi umat Islam dsny bagi bangsa Indonesia secay keseluruhan. Boleh dikatakan bahwa saat itu adalah salah-satu ujian paling berat bagi bangsa Indonesia. Pada akhirnya Tahun 1943 itulah KH Abdullah bin Nuh masuk PETA dengan pangkat Daidanco yang berasramae di Semalam Bogor. 

Tahun 1945 - 1946, ia memimpin badan keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tahun 1948 - 1950, ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Yogyakarta. 

Kiprah KH Abdullah bin Nuh di tingkat Nasional menjadikannya sebagai tokoh yang sangat diperhitungkan. Tidak hanya olehe Kawan-kawan seperjuangannya, tetapi juga oleh Belanda yang kembali masuk Indonesia, dengan membonceng NICA. Iapun menjadi salah seorang tokoh yang hendak di Ciduk oleh Belanda. Ketika ibukota Negara pindah ke Yogyakarta pada 5 Juni 1946, iapun turut serta Hijrah ke Yogyakarta, sekaligus menghindari upaya penangkapan oleh Belanda. Di Ibukota Negara yang baru ini, kiprah KH. Abdullah pun terkam tidak hanya di bidang pemerintahan, tetapi juga dibidang lainnya. Ia merupakan penggagas siaran Bahasa Arab pada RRI Yogyakarta. 

Dalam Masa Revolusi Fisik ini  ia juga tercatat menjadi salah seorang pendiri sekolah Islam  yang kini dikenal dengan Universitas Islam Indonesia (UII). Dalam massa perjuangan mempertahankan kemerdekaan ini, ia menikah kembali. Perempuan yang dinikahinya adalah Mursyidah Binti Abdullah Suyuti  yang merupakan salah seorang murid KH. Abdullah di STI. 

Lebih dari 20 buku telah dihasilkan oleh KH. Abdullah bin Nuh dalam berbagai bahsa. Diantara karyanya yang terkenal adalah : 1. Kamus Indonesia-Inggris-Arab (Bahasa Indonesia), 2. Cinta dan bahagia (Bahasa Indonesia) 3. Zakat dan Dunia Modern (Bahasa Indonesia), 4. Ukhuwah Islamiyah (Bahasa Indonesia), 5. Tafsir al Qur'an (Bahasa Indonesia), 6. Studi Islam dan Sejarah Islam fi Jawa Barat hingga Zaman Keemasan Banten (Bahasa Indonesia) 7. Diwan ibn Nuh (Syiir terdiri dari 118 kasidah, 3731 bait), 8. Ringkasan Minhajul Abidin (Bahasa Sunda), 9. Al Alam Al Islami (Bahasa Arab), 10. Fi Zhilail Ka'bah Al Bait Al Haram (Bahasa Arab), 11. Ana Muslimun Sunniyun Syafi'iyyun (Bahasa Arab), 12. Muallimul Arabiyyah (Bahasa Arab), 13. Al Islam wa al subhat al ashriyah (Bahasa Arab) 14. Minhajul Abidin (Terjemah ke Basa Indonesia), 15. Al Munqid min adl Dlalal (terjemah ke Bahasa Indonesia), 16. Panutan Agung (terjemah ke Bahasa Sunda). 

 Sumber:  Dari Buku Pahlawan Santri Tulang Punggung Pergerakan Nasional. 

Lahul Fatikha... 
×
Berita Terbaru Update