Banten menjadi salah-satu kunci jalur perdagangan dunia melalui Lautan Hindia, hingga memutari Afrika sampai ke Mediterania maupun kawasan Eropa. Posisi Banten adalah Bandar Besar sebagaimana Genoa-Italia yang memasok barang ke berbagai kawasan Eropa. Banten benar-benar menjadi bandar kelas dunia pada masanya.
Puncak kejayaan Banten terjadi ketika pemerintahan dipegang oleh Sultan Agung Tirtayasa atau Sultan Ageng. Sultan yang bergelar Abulfath Abdulfattah ini tidak saja bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, tetapi juga dengan jitu menjalin hubungan diplomatik dengan
negara-negara lain.
Banten mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya dengan swasembada beras. Sikap Sultan Agung Tirtayasa yang bersih dan tidak mau berkompromi dengan kekuatan asing, yang mengancam kedaulatan negerinya serta selalu mengutamakan kemakmuran rakyat dan kedaulatan negerinya dengan menyatukan semua potensi rakyat dan diarahkan untuk kemakmuran dan kejayaan negerinya ini tercatat dalam sejarah sebagai puncak dari masa Kejayaan Banten.
Pada tahun 1671, Sultan Agung Tirtayasa mengangkat putra mahkota AbdulKahar menjadi raja muda yang bergelar Sultan Haji. Dengan pengangkatan raja muda ini, Sultan Agung Tirtayasa bermaksud menitikberatkan perhatiannya pada masalah-masalah luar negeri serta perluasan pengaruh Banten. Sultan Agung Tirtayasa kemudian pindah ke Istananya yang baru di Tirtayasa, sedangkan AbdulKahar tetap berkedudukan di Istana Surasowan.
Kejayaan Banten merosot dengan tajam di masa AbdulKahar berkuasa. AbdulKahar adalah putra mahkota dari Sultan Agung Tirtayasa yang pada tahun 1671 diangkat sebagai raja muda dengan gelar Sultan Haji. Sultan Haji ini terpengaruh oleh muslihat VOC. Yang menyebarkan isu-isu bohong.
Demi kekuasaan dan tahta, Sultan meminta tolong dan bersedia menandatangani perjanjian dengan VOC. Ketakutan akan kehilangan tahtanya, menyebabkan Sultan Haji merebut kekuasaan dari ayahandanya sendiri.
Sumber: MANAWA ( Majmu'ah Nawawi Al-Bantani).
Bersambung.....