Nawawi kemudian belajar kepada para guru besar, antara lain: Syaikh Khatib Sambas, Abdul Gani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Syaikh Nahrawi dan Syaikh Abdul Hamid Daghestani, Syaikh Sayyid Ahmad Dimyathi, dan lain-lain.
Tiga tahun lamanya Nawawi mendalami berbagai ilmu di Mekkah dan Madinah lalu pulang ke Banten untuk mengajarkan ilmunya kepada para Santri di pesantren ayahnya dan kepada masyarakat Banten.
Ketokohan Nawawi yang semakin menguat di Banten membuat Belanda makin khawatir. Setelah banyak melakukan pengintaian, Belanda melakukan aturan untuk membatasi gerak geriknya. Ia dilarang menjadi Khatib Jum'at di Masjid-masjid. Bahkan dikemudian har, beliau dituduh sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang ketika itu memang sedang mengorbankan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Nawawi akhirnya ikut diciduk Bekanda dan sempat dimasukkan kedalam sel untuk beberapa lama. Seolah tak ingin keberadaan Nawawi menghantui kemapanannya, pihak Belanda terus melakukan berbagai macam pembatasan dan penghadangan untuk mempersempit kiprahnya.
Sumber: MANAWA (Majmu'ah Nawawi al-Bantani).
Bersambung.....