Oleh: Sheh Sulhawi Rubba
Dalam goresan tinta emas sejarah nasional bangsa Indonesia pasti melibatkan peran umat Islam yang dalam ilmu politik berwarna Hijau seperti ciri khas warna jaket Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil fusi Partai NU, PSII, Parmusi dan Perti pada tahun 1973 yang harus berasas tunggal Pancasila.
Kemudian sejarah keberadaan umat Islam di Tanah Jawa sejak abad ke 14, tidak lepas dari peran Wali Songo yang dikenal dengan nama mereka, yaitu Sunan Malik Ibrahim, Sunan Giri (Gresik), Sunan Ampel (Surabaya), Sunan Drajat (Lamongan), Sunan Bonang (Tuban), Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan Muria (Jawa Tengah) dan Sunan Gunung Jati Cirebon (Jawa Barat).
Dalam sejarah perkembangan berikutnya telah melahirkan kelompok Islam Kejawen (aliran kepercayaan) yang dikenal dengan tokohnya Syeikh Siti Jenar. Kemudian pada abad ke 20 lahirlah ormas Persyarikatan Muhammadiyah di Yogyakarta pada tahun 1912, Al-Irsyad di Jakarta pada tahun 1914, Persatuan Islam di Bandung pada tahun 1923 dan Jam'iyah Nahdhatul Ulama di Surabaya pada tahun 1926. Pada tahun 1945 ormas Islam tersebut bergabung dalam Partai Majlis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI).
Ketika penyusunan naskah Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945 yang dipimpin Ir Soekarno dalam BPUPKI, Piagam Jakarta tersebut yang menjadi Pembukaan UUD 1945 ditandatangani 9 orang tokoh Islamis dan tokoh nasionalis. Tercatat 4 orang diantara mereka dari unsur ormas Islam, yaitu Tn Agus Salim (Syarikat Islam), Tn Abikoesno Tjokrosoejoso (Syarikat Islam), Tn Abdul Wahid Hasyim (NU), dan Tn Abdoell Kahar Moezakir (Muhammadiyah)
Kemudian pada pemilu kedua pada tahun 1971 tercatat kontestan pemilu sebanyak 9 parpol Plus Golongan Karya. Demikian selanjutnya pada pemilu 2019, tercatat lagi 9 parpol yang anggotanya berhak duduk di Gedung DPR-RI Senayan Jakarta, yaitu PDI-P, Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, PKS, Demokrat, PAN dan PPP.
Sedangkan rakyat Indonesia yang berjumlah 270 juta jiwa yang disebut warga negara yang Pancasilais, bisa dibagi dalam 9 kelompok besar, yaitu warga NU, Muhammadiyah, muslim Non NU dan Muhammadiyah, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu dan pengikut faham aliran Kepercayaan.
Dalam Sila Pertama Filsafat Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Penafsiran dalam ajaran Islam dikenal istilah Asmaul Husna yaitu 99 nama Allah dalam kitab suci al-Quran. Berbeda dengan ajaran agama Kristen dan Katolik yang disebut Trinitas, sedangkan dalam ajaran agama Hindu Bali disebut Trimurti.
Atas dasar sejarah terbentuknya NKRI tersebut, tampak corak warna politik nasional di wilayah Nusantara adalah Warna Hijau (Islamis) dan Warna Merah (Nasionalis) yang terus sambung bersambung sampai sekarang (1945-2024), seperti Profil RI 1, Presiden Ir. Jokowi tokoh Nasionalis PDI-P dan RI 2, Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin tokoh Islamis NU.
Sekarang di tahun politik Ini timbul pertanyaan dari warga negara di wilayah Nusantara. Siapa Paslon Capres dan Cawapres pada pemilu 2024 yang akan datang. Apakah tetap warna politik Merah dan Hijau yang seirama dengan sejarah politik nasional di masa lalu ? Afwan Wallahu aklam.
Rabu, 23 Agustus 23
Sabdasheh
Editor: Abdul. Chalim.