Menghidupkan Spirit Syaikh Nawawi al-Bantani
Kedua, mencintai ilmu. Perlawanan terhadap kezaliman penjajahan tidak bakal membuahkan hasil jika tidak dilengkapi dengan modal ilmu dengan segala turunannya: strategi, cara, fasilitas, dan lain-lain. Maka perjuangan apapun menetapkan ilmu sebagai alat utama.
Di samping itu, mencintai ilmu, seperti yang dilakukan Syaikh Nawawi al-Bantani adalah konsekuensi kita dalam beragama. Tidak ada satupun perintah Syara' dan tidak ada satu hurufpun ayat al-Qur'an yang ketika hendak kita jalankan dimuka Bumi ini kecuali membutuhkan ilmu. Maka posisi ilmu dalam Islam adalah imam dari amal. Untuk bertakwa butuh ilmu Untuk kemakmuran bumi butuh ilmu, untuk berkompetisi dengan bangsa- bangsa butuh ilmu.
Maka salahkah orang yang berfikir bahwa dirinya sudah mendapat ilmu yang final tentang shalat padahal baru mempelajari bacaan, syarat dan rukunnya secara fiqih. Kenapa salah? Sebab dengan syariah shalat terhadap ilmu yang luasnya tak terhingga.
Agar kita mendapatkan ilmu Allah di muka bumi ini maka harus giat belajar dan bukti dari belajar adalah membaca yang tertulis dan tidak tertulis (Iqra). Membaca adalah wahyu pertama untuk manusia. Tanpa membaca, seluruh kapasitas manusia akan menjadi biasa-biasa. Tanpa membaca, agama tidak bisa menjadi sumber pencegahan.
Seperti ditulis oleh Prof. Dr. KH. Ma'ruf Amin, wakil Presiden RI ke 13 bahwa sejo memutuskan pergi ke Makkah, Nawawi muda berkesimpulan bahwa ilmu pengetahuanlah yang harus menjadi senjata untuk melawan penjajahan Belanda di Tanara dan Nusantara. Spirit mencintai ilmu inilah yang harus menular ke generasi muda kita untuk menghadapi persaingan antar bangsa ke depan.
Sumber: Manawa ( Majmu'ah Nawawi al-Bantani).
Bersambung.....
Al-Fatikha.....