Menurut Emil Salim, ICMI menjadi wadah bagi sarjana Islam tanpa melihat aliran, warna politik, dan kelompok. Sebagai contoh, salah seorang tokoh ICMI adalah Dr. Sri Bintang Pamungkas, tokoh muda partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Terdapat sejumlah kasus uji hubungan ICMI-pemerintah. Yang pertama adalah ketika ICMI menugaskan tim khusus penanganan kasus kedung Ombo (Jawa Tengah), sebuah kasus penggusuran tempat tinggal rakyat akibat pembangunan waduk di daerah tersebut.
Buntut dari kasus ini di ICMI adalah mundurnya Emha Ainun Najib, salah satu anggota tim tersebut, setelah merasa ICMI tak berani bertindak lebih jauh dari pada sekedar menerima keputusan yang telah diambil pemerintah.
Kasus kedua berkaitan dengan kontroversi SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah), sebuah program departemen Sosial yang dinilai banyak pihak sebagai bentuk "perjudian terselubung.
" Habibie, dalam kapasitasnya sebagai ketua ICMI, menyatakan bahwa dalam pandangannya SDSB haram. ICMI Yogyakarta dan ICMI Surabaya juga kemudian melontarkan konsep alternatif SDSB.
Kasus ketiga berkenaan dengan pristiwa "doa politik" menjelang pemilu 1992, yakni penggalangan 37 organisasi masa Islam oleh Letjen (Pern.) Alamsjah Ratu Perwiranrgara, mantan menteri Agama, untuk melakukan doa bersama sebagai kebulatan sikap.
Pendukungan pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia periode 1993-1998.
Setelah terjadi kesimpang siaran berita tentang keikutsertaan ICMI dalam acara doa bersama tersebut, Habibie segera menyampaikan pernyataan resminya bahwa ICMI dalam acara doa bersama tersebut, Habibie segera menyampaikan pernyataan resmi bahwa ICMI, karena alasan teknis organisasional, tidak terlibat di dalamnya.
Bersambung.....
