Agama dan Kepercayaan
tegursapanews - Sebelum periode kerajaan lama, tubuh mayat dimakamkan di lubang gurun. Cara ini secara alami akan mengawetkan tubuh mayat melalui proses pengeringan.
Kegersangan dan kondisi gurun telah menjadi keuntungan sepanjang sejarah Mesir kuno bagi kaum miskin yang tidak mampu mempersiapkan pemakaman sebagaimana halnya orang kaya.
Orang kaya mulai meguburkan orang mati di kuburan baru. Akibatnya, mereka memanfaatkan mumifikasi buatan, yaitu dengan mencabut organ internal, membungkuk tubuh menggunakan kain, dan meletakkan mayat kedalam sarkofagus, berupa baru empat persegi panjang atau peti kayu.
Pada permulaan dinasti ke-4, beberapa bagian tubuh mulai diawetkan secara terpisah dalam toples kanopik.
Sebenarnya orang Mesir Kuno telah mengenal baik mumifikasi sejak periode Kerajaan Baru. Teknik terbaik pengawetan mumi memakan waktu kurang lebih 70 hari.
Selama waktu tersebut, secara bertahap dilakukan proses pengeluaran organ ninternal, pengeluaran otak melalui hidung, dan pengeringan tubuh menggunakan campuran garam yang disebut natron.
Selanjutnya, tubuh dibungkus dengan menggunakan kain; pada setiap lapisan tersebut disisipkan jimat pelindung. Mayat kemudian diletakkan pada peti mati yang disebut antrpoid.
Mumi periode akhir diletakkan pada laci besar cartonnage yang telah dicat. Praktek pengawetan mayat asli mulai menurun sejak zaman Ptolemy dan Romawi. Pada zaman ini, masyarakat Mesir Kuno lebih menitikberatkan pada tampilan mumi.
Orang kaya Mesir dikuburkan dengan jumlah barang mewah yang lebih banyak. Tradisi penguburan barang mewah dan barang-barang sebagai bekal almarhum juga berlaku pada semua masyarakat tanpa memandang status sosial.
Pada permulaan Kerajaan Baru, buku kematian ikut disertakan dikuburkan bersama dengan patung Shbti, yang dipercaya akan membantu pekerjaan mereka diakhirat. Setelah pemakaman, kerabat kan dan mengucapkan doa atas nama almarhum.
Bersambung.....