Rames II naik tahta pada 1279 DM. Ia membangun lebih banyak Kuil, mendirikan patung-patung dan obelisk, serta dikaruniai anak yang lebih banyak daripada Firaun-firaun lain dalam sejarah.
Sebagai seorang pemimpin militer yang berani, Rames II memimpin tentaranya melawan bangsa Hittite dalam pertempuran kadesh. Setelah bertempur hingga mencapai kebuntuan (stalemate), ia menyetujui traktat perdamaian pertama pada sekitar 1258 SM.
Kekayaan menjadikan Mesir sebagai target serangan, terutama oleh orang-orang laut dan Libya. Tentara Mesir mampu mengusir serangan-serangan itu, namun Mesir kehilangan kekuasaan atas Suriah dan Palestina.
Pengaruh dari ancaman luar diperburuk dengan masalah internal, seperti korupsi, penjarahan makan, dan kerusuhan. Pendeta-pendeta agung di kuil Amun, Thebes, mengumpulkan tanah dan kekayaan yay besar, dan kekuatan mereka memecahkan negara pada masa pertengahan ketiga.
Semua penguasa kerajaan baru, kecuali Akhenaton, dikuburkan di dalam kuburan baru (bukan di Piramida) di lembah Para Raja, di tepi barat sungai Nil, berlawanan arah dengan Thebes.
Kebanyakan makan mereka dirampok dan dihancurkan, dengan pengecualikan makam dan harta tutankhamen (1361-1352 SM), yang ditemukan sebagian besar masih utuh pada 1922.
Kuil indah dengan kamar jenazh Raja Besar terakhir dari Dinasti ke-20, Rames III (c.1187-1156) SM), juga relatif terawat dan dan menunjukkan masih menikmati kemakmuran Mesir pada masa pemerintahannya.
Raja-raja pengganti Rames III kurang berhasil. Mesirpun kehilangan Propinsi di Palestina dan Suriah dan menderita banyak kerugian akibat invasi asing (terutama oleh Libya).
Meskipun kekayaan Mesir tetap mencukupi, tetapi perlahan-lahan habis. Maka, pada tahun 730 SM?, Orang-orang Libya dari barat berhasil memecahkan kesatuan politik Mesir Kuno.
Bersambung.....