Kemarin kita ngobrol di warung kopi bersama sahabat karib tentang masalah pemilu sebagai pesta demokrasi bagi seluruh rakyat Indonesia di wilayah Nusantara.
Kita sepakat, bahwa permainan catur politik itu seperti orang yang sedang bermain catur di atas meja kotak warna hitam putih di warkop.. Pemainnya adalah dua orang sahabat karib seperti kita pada saat ini, yang siap kalah atau menang dalam beberapa kali permainan.
Sering kali ditemukan di tengah masyarakat tentang sikap dan tingkah laku rakyat jelata yang disebut tiyang alit. Mereka itu warga yang tidak faham, bahwa pemain catur (kaum elite) adalah tokoh nasional yang sedang bermain catur politik di wilayah Ibu Pertiwi.
Kekadangan kita mendapatkan postingan via WA video yang mengandung konten fitnah yang diproduksi industri hoaks di ibukota Jakarta. Status para produsen fitnah dan hoaks tersebut mendapatkan duit dari sponsornya. Nah kita yang ikut menyebarkan fitnah tersebut dapat apa, kalau bukan goresan dosa ?
Salah satu dari ribuan kasus, misalnya tentang masalah Tn Gibran Rakabuming Raka yang berstatus calon wakil presiden. Rakyat jelata di perkampungan seperti kita tidak faham, bahwa beliau sudah mendapatkan restu dari Sang Ratu di kursi singgasana.
Dalam hal ini, mungkin sebaiknya kita yang awam politik dan bukan politikus bersifat seperti status malaikat. Bukan seperti profil Iblis yang suka mengajak orang untuk berbuat maksiat di tengah masyarakat. Dengan sikap demikian, kita akan selamat dari aneka ragam bisikan makhluk yang tidak terpuji di mata Tuhan Yang Maha Suci.
Hal yang mungkin perlu diperhatikan oleh kita semua, bahwa siapa saja yang menyebarkan fitnah terhadap Paslon PROBRAN. Mereka akan dipantau dan akan dilacak akunnya sampai ke alamat rumah yang bersangkutan untuk dimintai klarifikasi oleh Tim Tracking 08 yang ahli digital informasi. Afwan Wallahu aklam.
Selasa, 31 Oktober 23
Sabdasheh
Oleh: Sheh Sulhawi Rubba
Editor: Abdul Chalim