Lagi-lagi beliau menolaknya. Al-Manshur lalu bersumpah bahwa beliau harus mengikuti perintahnya.
Abu Hanifah pun lalu bersumpah bahwa beliau tidak akan menuruti sang khalifah. Kemudian Perdana Menteri Al-Manshur berkata, "Apakah engkau tidak mendengar bahwa Amirul mukminin bersumpah?"
Abu Hanifah pun menjawab, "Amirul mukminin lebih mampu membayarkan kafarat sumpahnya dari pada diriku."
Oleh sebab itu, Al-Manshur kemudian memerintahnya agar Abu Hanifah dipenjarakan. Beliau akhirnya meninggal di sana dan dikunurkan di khaizuran.
Diriwayatkan oleh sahabat Abu Hanifah yang bernama Hibban kepada Muhammad bin Syuja Ats-Tsaljy, bahwasanya saat dicambuk, Abu Hanifah berkata, "Aku tidak merasakan cambukan itu sedikitpun, melebihi keresahan ibu."
Sungguh beliau sangat berbakti kepada ibunya sehingga Yahya Al-Himmany pun menceritakan hal serupa. Justru, "Pada suatu hari, aku mendengarnya menangis karena kekhawatiran yang dialami oleh ibunya."
Pada suatu hari, Abu Jafar juga memanggil Abu Hanifah agar mau memegang jabatan Qadhi. Akan tetapi lagi-lagi, beliau menolaknya.
Abu Jafar kemudian berkata. "Apakah engkau membenci jabatan yang kami pegang?" Sang Imampun menjawab "Aku tidak mampu memikul Jabatan itu."
"Engkau berdusta."
"Amirul Mukminin telah menetapkan sebuah keputusan untukku, bahwa aku tidak mampu memikulnya - Jabatan Waduh - karena aku berdusta. Jikalau aku benar aku telah memberi tahu engkau aku tidak mampu."
Abu Jafar pun memenjarakannya. Setelahnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Bakar Al-Khatib, jabatan Qadhi hanya dipegang Abu Hanifah selama dua hari. Ketika itu, tidak ada seorang pun yang menghampirinya.
Memasuki hari ketiga, beliau memberikan fatwa tentang satu masalah. Setelah itu, beliau sakit dan kemudian meninggal.
Bersambung....
