Alkisah ketika kita masih duduk di bangku Sekolah Dasar Negeri Gedung Agung Merapi Lahat Sumsel pada tahun 1960an. Guru kelas Tn Wawi ayah kandungnya Pn Nisti Rosita pernah mengajarkan kepada murid tentang makanan pokok bangsa Indonesia yaitu Beras, kecuali warga Madura yang makan Jagung dan warga Ambon dan Papua makan Sagu.
Kita sebagai anak petani tradisional di dusun Simpang Agung, sejak kecil sudah diajak orang tua ke kebun untuk menanam Padi, Tebu, Karet, Tomat, Lombok, Singkong termasuk Jagung. Kita sudah menikmati enaknya rasa Jagung rebus dan Jagung bakar, selain makan Jagung muda yang dijadikan sayur mayur dengan bumbu ala kadarnya, seperti sayur bening.
Terkait dengan masalah makan Jagung, salah satu pengalaman yang sangat berkesan dan tak akan pernah terlupakan sepanjang hayat. Ketika kita keluyuran di malam hari di kota Seoul Korea Selatan pada tahun 2017. Saat itu kita menemukan ada pedagang kaki lima yang menjual Jagung rebus dan kita langsung beli untuk ganti makan malam. Harganya 3 Won Korea yang hampir setara dengan nilai uang Garuda Rp 35 ribu perlonjor.
Sore Ini kita dapat postingan foto dan video dari karib kerabat via WA, yaitu acara warga kampung di Gang Sembilan Margo Rukun Surabaya. Mereka Itu setiap datang malam tahun baru pasti mengadakan acara bakar Jagung bersama. Uang untuk membeli jagung sekian kilo malam ini hasil dari urunan warga sekampung.
Kita lalu bertanya di dalam hati, kenapa setiap kali datang tahun baru warga masyarakat kota bikin acara bakar Jagung yang hampir merata di seluruh wilayah Nusantara ? Hal itu ada kesamaan dengan kebiasaan warga kampung yang bakar sate ketika hari raya Iedul Qurban.
Tradisi warga kota mengadakan acara bakar Jagung secara massal di malam pergantian tahun, seperti pada malam ini mengandung hikmah bagi para petani dan para pedagang. Mereka mendapatkan keuntungan berlipat ganda dari hasil usahanya yang diperoleh setahun sekali.
Keuntungan pedagang tersebut berbeda dengan hasil usaha pedagang Jagung rebus yang keliling kampung yang hampir setiap sore lewat di depan rumah kita di Jalan Sudirman Empat Manggalarang. Kadang kita beli 3 lonjor dengan harga Rp 10.000,- yang terasa sangat murah ketika dibandingkan dengan harga Jagung rebus yang dijual pedagang kaki lima di Seoul Korea Selatan, yaitu satu banding 10. Barokallah Amien.
Ahad, 31 Desember 23
Sabdasheh
Oleh: Sheh Sulhawi Rubba
Editor: Abdul Chalim