tegursapanews - Ketika kita melihat video yang diproduksi oleh Ropison Official, karib kerabat kita di Muara Enim tentang adat istiadat dan budaya warisan dari leluhur di wilayah sepanjang aliran sungai Lematang Sumsel. Narasi dialognya khas dalam bahasa daerah Semende. Kita merasa sangat senang, karena nilainya Haqq atas dasar Ilham (bisikan dari langit).
Demikian pula beragam video yang lain tentang keindahan alam semesta, seni budaya pelbagai daerah termasuk rekaman video acara kajian agama yang disampaikan para ahlinya. Kita sering kirimkan video pengajian Gus Iqdam di lokasi Majlis Sabilu Taubah Srengat Blitar Jawa Timur yang isinya benar, sesuai fakta sosial di tengah masyarakat dengan cara guyonan.
Selama tahun politik ini, via WA kita sering dapat postingan foto dan video dari kawan kawan. Dalam postingan tersebut kita lihat sebagian mengandung informasi yang hoax dan fitnah, seperti tabel hasil hitungan suara Pilpres di luar negeri yang dilakukan sebelum tanggal 14 Februari 2024.
Sampai hari ini masih ada postingan video yang diproduksi oleh simpatisan dan Timses salah satu paslon capres cawapres tentang beragam kecurangan dalam pemilu. Pesan yang tersirat, supaya rakyat segera bergerak melakukan demo di ibu kota Jakarta untuk menolak hasil pemilu yang dimenangkan Paslon Capres Tn Prabowo Subianto dan Cawapres Tn Gibran Rakabuming Raka.
Dalam hal ini, kita ingat fatwa Pujangga Islam, bahwa umat Muhammad yang sejati selalu berpikir positif (Positif Thinking) dalam situasi dan kondisi apapun. Sebaliknya mereka yang sering berpikir negatif (Negatif Thinking), misalnya terhadap kebijakan pemerintah yang sah. Mereka itu dapat bisikan Iblis dengan membuat fitnah dan berita hoax, agar rakyat berbuat sesuatu yang merusak tatanan sosial.
Kita beberapa kali punya pengalaman pahit terkait dengan kode etik di akun Facebook. Ketika kita tanpa sadar memposting foto Osama Bin Laden yang tercatat sebagai teroris internasional. Akun Facebook kita diblokir oleh google, termasuk ketika tanpa sengaja posting foto teroris di Indonesia.
Kenapa demikian ? Mungkin kita dinilai google telah berbuat maksiat, yaitu melanggar kode etik media sosial.
Timbul pertanyaan dari netizen.
Apakah warga negara Indonesia yang disebut Pancasilais dan agamis dibenarkan berusaha memproduksi dan menyebarkan video dan foto yang berisi fitnah dan hoax di media sosial, seperti di tahun politik yang menghalalkan segala cara ?
Dalam hal ini mungkin dasar berpikir mereka, bahwa dalam negara demokrasi seperti di Indonesia terdapat ruang lebar kebebasan berpendapat di ranah publik tanpa harus memperhatikan landasan ajaran agama dan boleh mengabaikan etika sosial.
Kita bersyukur, dalam menyampaikan opini di media online, kadang kadang sahabat karib kita Tn Abdul Chalim bersedia membantu dengan tulus ikhlas berstatus sebagai editor di ruang Tegursapa. Barokallah Amien.
Ahad, 18 Februari 24
Sabdasheh
Oleh: Sheh Sulhawi Rubba
Editor: Abdul Chalim