tegursapanews - Dalam agama samawi, seperti yang termaktub dalam ajaran agama Yahudi, Nasrani dan Islam yang tertulis dalam kitab suci al-Quran tentang kisah dua orang insan pertama kali diciptakan Tuhan di alam surgawi, Tn Adam dan Pn Hawa. Mereka itu pasangan suami istri yang berjuang hidup bersama di muka bumi di sekitar Jabal Rahmah Padang Arafah Makkah.
Terhitung sejak saat itu lelaki membutuhkan perempuan dan perempuan membutuhkan lelaki selama keduanya masih hidup di muka bumi. Dengan demikian, berarti mereka itu tidak terpisahkan, seperti hukum alam, ketika waktu siang terang benderang dan ketika malam hari gelap gulita. Hal tersebut adalah simbol dari Filsafat Dwitunggal.
Makna ungkapan Dwitunggal adalah pasangan yang ideal seperti kisah profil Tn Soekarno dan Tn Mohammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden pada awal kemerdekaan Indonesia. Demikian pula pada awal orde baru pada tahun 1967, profil Tn Soeharto dan Tn Abdul Haris Nasution yang keduanya meraih Bintang Lima dalam status Jenderal Besar, selain Tn Soedirman.
Banyak ragam yang berkaitan dengan Filsafat Dwitunggal yang ditemukan dan dirasakan oleh setiap orang di tengah masyarakat. Dalam hal yang kontradiktif, seperti antara haqq dan hoax, halal dan haram, jujur dan curang, kalah dan menang dan lain sebagainya.
Seluruh bangsa Indonesia yang berdomisili dari kota Sabang Aceh sampai ke kota Merauke Papua Selatan pada tahun politik 2023 menjelang pemilu tahun 2024 disuguhi kampanye partai politik. Materi kampanye disampaikan dalam aneka ragam bentuk, seperti foto, video dan narasi rencana program kerja selama lima tahun ke depan (2024-2029).
Selama 76 hari terhitung sejak 28 November 23 sd 10 Februari 24, kita disuguhi dengan materi kampanye Paslon Capres Cawapres yang kontradiktif, seperti Paslon Nomor 01 yang punya program akan membangun 40 kota seperti Profil Jakarta di Nusantara dengan misi Perubahan. Sedangkan Paslon Nomor 02 dan Paslon Nomor 03 bertekad akan meneruskan Program Presiden Jokowi, seperti Proyek IKN Nusantara di Sepaku Penajam Paser Utara Kalimantan Timur.
Sebelum masa kampanye dan sampai pada saat ini masih terus bertebaran opini liar yang dipublikasikan via media online dan medsos. Dalam opini tersebut terkandung kalimat puja puji terhadap tokoh nasional dan caci maki yang tidak manusiawi atas dasar rasa benci, irihati dan hasud dengki. Hal tersebut masuk dalam kategori Dwitunggal seperti Dwiwarna Merah Putih, warna Bendera nasional bangsa Indonesia. Afwan Wallahu aklam
Rabu, 06 Maret 24
Sabdasheh
Oleh: Sheh Sulhawi Rubba
Edito: Abdul Chalim