tegursapanews - Ketika berangkat ke sana, sesungguhnya beliau tidak memiliki bekal yang cukup. Namun demikian, Allah Swt memberikan kelapangan bagi Imam Syafii dalam menuntut ilmu sehingga bisa membeli kertas untuk menulis buku-buku karya Muhammad bin Al-Hasan.
Majelis yang di asuh murid Abu Hanifah Rahimahullah ini adalah Majelis pertama yang sang Imam ikuti sesampainya di Irak.
"Aku mengeluarkan dana untuk buku-buku Muhammad bin Al-Hasan sebanyak 60 Dinar, kemudian aku mengomentarinya," Kenang sang Imam.
Beliaupun lalu berusaha mendalami berbagai pemikiran yang di usung Mazhab Abu Hanifah.
Setelahnya, sang Imam berani melakukan beberapa pendekatan dengan Muhammad bin Al-Hasan.
Kehebatan dan kecerdasan Imam Syafii membuat Muhammad bin Al-Hasan takjub dan mengakui kedudukan sang Murid.
Tidak ada riwayat yang bisa memastikan berapa lama Imam Syafii berada di Irak. Pastinya, untuk menulis buku-buku karya Muhammad bin Al-Hasan, berdiskusi, serta berdebat dengan para ulama, juga belajar, itu semua membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
Suatu riwayat pun menyatakan bahwa beliau berada di sana sampai wafatnya sang guru, kurang lebih pada tahun 189 H, dan dan kemudian kembali ke Mekkah.
Keberadaan beliau di sana untuk pertama kalinya ini memberikan pencerahan luar biasa kepada para penduduknya.
Tidak ada seorangpun yang mengingkari kecerdasan, kehebatan, serta keahlian, Imam Syafii.
Karena itu, tidak berlebihan jika Yahya bin Aktsam menyatakan, Syafii adalah kaki-laki yang memiliki akal, penahanan, juga otak orang Quraisy.
Ia memiliki kecermelangan akal dan pemahaman, serta selalu benar jika menjawabnya."
Bersambung.....
Kedinding Lor Surabaya, Senen - 1 - April - 2024
For further information call me: 0818 536 867