Notification

×

Iklan

Iklan

Percikan Kisah Kasus Rebutan Masalah Duniawi Di Muka Bumi

| April 26, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-04-26T10:20:34Z
tegursapanews.com -  Dalam Buku Fikih Islam tertulis dengan jelas tentang pembahasan masalah harta warisan sebagai Sadakah Orang Tua kepada anak dan cucunya yang masih hidup. Hal tersebut dikaji dalam Bab Faraid, antara lain anak lelaki mendapat jatah 2/3 dan anak perempuan 1/3 dari nilai harta warisan leluhur.

Banyak kasus tragis yang terjadi di tengah masyarakat dalam hal pembagian harta waris yang dinilai tidak adil. Ribuan kisah tentang saudara kandung yang bermusuhan, bahkan saling bebunuhan diantara mereka. Hal tersebut adalah kasus rebutan duniawi yang berupa harta benda peninggalan orang tua.

Dalam acara reuni di Malang dan silaturahmi Bani to Masjhoeri Muthmainah pada Ahad, 14 April 24 yang lalu kita sampaikan sekilas, bahwa kita bersyukur anak cucu dan cicit pasangan Buyut Tn Masjhoeri dan Pn  Muthmainah hidup rukun dan damai. Mereka itu tidak pernah ribut dalam kasus rebutan harta warisan, karena Buyut kita hanya meninggalkan satu unit rumah saja di Tejo Sumberejo Bojonegoro Jawa Timur, sehingga tidak ada yang harus diperebutkan oleh ahli warisnya yang masih hidup Tri Eyang Putri.

Masalah rebutan harta benda dalam keluarga termasuk salah satu dari prihal Duniawi di tengah masyarakat. Masalah duniawi yang kedua tentang masalah rebutan wanita. Karib kerabat kita pernah mengalami gugat cerai di kantor pengadilan agama di Surabaya. Kasus tersebut menyita waktu, pikiran dan tenaga yang terkuras selama 6 bulan lebih baru ada keputusan hakim agama tentang talaq.

Masalah Duniawi yang ketiga tentang rebutan Tahta di lembaga negara dan lembaga sosial yang lainnya. Kasus gugatan PHPU di MK (Mahkamah Konstitusi) tentang hasil pemilu yang sudah diputuskan KPU telah menyita perhatian jutaan orang di wilayah Nusantara. Kita yang sekedar baca di media online dan menyaksikan berita di layar kaca saja merasa capek, kesal dan pegal. Apalagi mereka yang terlibat di dalamnya seperti Para Hakim MK yang dipimpin Tn Suhartoyo.

Andaikan ada laporan tentang berapa nilai uang yang harus dikeluarkan dalam kasus gugatan hasil pemilu di Gedung Mahkamah Konstitusi. Mungkin nilainya triliunan rupiah, seperti untuk memberi sangu terhadap warga negara yang dikerahkan elite politik untuk aksi demo yang dibayar sponsor siluman.

Kita tidak tahu, apakah group pakar hukum tata negara yang berstatus sebagai advokat, saksi ahli dan lainnya yang berjumlah ratusan orang tidak dibayar (sukarela) fihak penggugat dalam kasus gugatan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi. Kalau saja mereka mendapatkan fee, berapa nilai uang yang harus ditransfer ke rekening memasing.

Untung kita punya panutan para ulama yang ilmunya sudah menyentuh kaki langit. Mereka berfatwa bahwa status jabatan dalam lembaga negara tidak perlu diperebutkan dengan aneka ragam alasan. Siapapun yang menang dalam pemilu adalah wujud dari Takdir Ilahi kepada hamba yang dipilihnya. 

Kita ingat dalam pemilu terdapat slogan demokrasi yang berbunyi bahwa "Suara Rakyat adalah Suara Tuhan". Itulah potrait duniawi yang dirumuskan Pujangga dengan istilah 3 Ta (Harta, Wanita, dan Tahta). Wallahu aklam 

Jumat, 26 April 24 
17 Syawal 1445 H
Sabdasheh

Editor: Abdul Chalim

Oleh: Sheh Sulhawi Rubba
×
Berita Terbaru Update