tegursapanews - Alkisah dalam sejarah Islam tercatat, bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Global dilahirkan di kota Makkah pada tahun 571 M. Kemudian setelah 13 tahun masa kenabian, beliau bersama para sahabat hijrah ke kota Yatsrib yang sekarang disebut kota Madinah al-Munawarah.
Jarak antara kota Makkah dan Madinah sekitar 450 km, jauhnya hampir sama dengan jarak antara kota Surabaya ke DI Yogyakarta. Para sahabat al-Muhajirin yang sudah rindu akan kampung tempat kelahirannya minta kepada nabi untuk berziarah ke kota Makkah.
Atas permintaan para sahabat tersebut, pada saat itu Rasulullah mengabulkan keinginan mereka dengan istilah melaksanakan ibadah Umrah. Maksudnya meramaikan kembali kota Makkah yang sudah tampak sepi. Hal tersebut dilakukan berulang kali yang ditutup dengan manasik haji wadak pada tahun ke 11 Hijriah.
Dalam perjalanan waktu, Islam berkembang ke pelosok dunia sampai ke Nusantara. Dalam hal ini Umat Islam yang lahir di pulau Madura banyak yang meninggalkan kampung halaman, mereka pergi merantau ke pulau Jawa dan daerah lainnya, bahkan sampai ke luar negeri untuk mengubah nasib, karena tanahnya gersang. Kemudian pada setiap hari raya Iedul Adha mereka itu pulang kampung dengan istilah Toron (Umrah ke Madura).
Istilah Umrah (Arab) dan Toron (Madura) dalam Bahasa Jawa disebut Mudik (Mulih Dhisik) dari tanah rantau ke tempat kelahiran mereka di kampung halaman. Budaya Mudik ini dilakukan pada saat Hari Raya Iedul Fitri untuk berkumpul kembali bersama anggota keluarga dan para sahabat. Sekaligus berziarah ke makam para leluhur yang sudah wafat untuk kirim Surat al-Fatihah dan doa maghfirah buat para arwah di alam barzah.
Tradisi yang disebut Mudik tersebut tidak hanya dilakukan umat Islam di Indonesia, tapi juga dilakukan umat Islam di pelbagai negara seperti di Turki, Mesir, Arab Saudi, Bangladesh, India, Pakistan, dan Malaysia. Bahkan juga oleh warga negara Tiongkok yang beragama Budha dan Konghucu di daratan China pada saat hari raya Imlek, termasuk warga negara Amerika yang Kristiani.
Pada saat musim mudik di hari raya Iedul Fitri, para perantau membawa uang cetakan terbaru yang jumlahnya puluhan triliun rupiah. Bagi para karyawan dan pekerja mereka mendapatkan THR dari kantornya senilai uang gaji selama sebulan. Uang tersebut sebagian dibagikan kepada karib kerabat di kampung halaman. Dengan itu, uang dari warga di perkotaan beredar secara massif di wilayah pedesaan di seluruh pelosok wilayah Nusantara. Dengan demikian, maka suasana kampung menjadi ramai atas kehadiran para perantau yang rindu kampung halaman.
Alkisah tahun lalu, pada saat hari raya Iedul Adha 1444 H. Kita umrah dari Surabaya Jawa Timur ke Desa Gedung Agung Merapi Timur Lahat Sumsel selama sepekan. Suasana balik (pulang ke kampung halaman leluhur) di hari raya Iedul Adha terasa sepi mobil lalu lalang di sepanjang perjalanan, tidak seramai (macet) pada saat warga yang mudik persis di hari raya Iedul Fitri seperti saat ini. Barokallah Amien.
Kamis, 04 April 24
25 Ramadan 1445
Sabdasheh
Oleh: Sheh Sulhawi Rubba
Editor: Abdul Chalim