Oleh sebab itu, beliau layak di sebut ahli Hadits sekaligus ahli fiqih. Sebab, ketika suatu Hadits di bentangkan dihadapan beliau maka niscaya hukum yang ada di dalamnya mampu di tangkap oleh sang Imam.
Ishaq bin Rahawaih suatu kali menceritakan bahwa tatkala berada di Irak, ia pernah belajar bersama Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Main, dan para ahli hadits yang lain.
Ia berkata, "Biasanya, kami mengingat jalur-jalur periwayatan hadits". Tak lama, ia pun betanya, " Apa maksudnya? Apa tafsirnya, dan apa fiqihnya?" Semua terdiam, kecuali Ahmad bin Hanbal karena beliau menguasai hadits, sunnah, dan fatwa para tabi'in.
Keahliannya ber-istinbath membuat sang Imam layak menjadi Imam Hadits dan Fiqih.
Meski demikian, beliau bukan orang yang riya'. Karena itu, sang Imam sama sekali tidak ingin menampakkan pulpen dihadapan orang banyak agar mereka tidak mengira beliau rajin menulis dan menghafal Hadits.
"Menampakkan pulpen adalah riya," Demikian ucap sang Imam.
Kesabaran sang Imam dalam memikul beban berat kehidupan pun selalu di kenang. Meski harus menghadapi berbagai kesengsaraan dan kesulitan hidup, beliau tetap melakukan perjalanan dengan bekal seadanya ke berbagai negeri hanya demi mendapatkan beberapa Hadits.
Semua itu tentu saja membutuhkan kesabaran yang tinggi. Bahkan, tatkala ditawarkan bantuan oleh para sahabat pun, sang Imam tetap teguh dan lebih memilih bersabar menghadapi kesulitan-kesulitan itu satu persatu.
Bersambung.....
Kedinding Lor Surabaya. Jumat - 28 - Juni - 2024
Sponsorship universal Institute of Professional Management (UIPM)
For further information call: 081 333 999 867
