Tegursapanews.com - Alkisah pada waktu kita masih anak anak di kampung Simpang Agung kecamatan Merapi Lahat Sumsel pada tahun 1960an. Kita pernah melihat karib kerabat kita yang punya hajat besar menikahkan putranya. Ketika belanja di Pasar Muara Enim bawa uang tunai sebakul untuk beli bahan masakan dan minuman di Toko milik China (Etnis Tionghoa).
Berbeda dengan pengalaman waktu kita tour ke Beijing Ibukota RRT. Kita melihat warga di daratan China ketika berbelanja ke pertokoan tidak ada yang bawa uang tunai. Mereka sudah menggunakan uang digital, industri kantor bank di zaman teknologi canggih.
Kita pernah lihat dan pegang beberapa lembar mata uang kertas cetakan Bank Sentral, seperti uang Dolar Singapura, Ringgit Malaysia, Baht Thailand, Dolar Hongkong, Yuan Tiongkok, Won Korea Selatan dan Riyal Arab Saudi. Nilai kurs uang Ringgit dan Riyal ada kesamaan nilainya di kantor Money Changer yaitu Rp 4.000,- berarti nilai kurs Se-Ringgit Malaysia sama dengan Se-Riyal Arab Saudi.
Selama ini kita kenal beberapa orang karib kerabat kita yang lahir di Marga Gedung Agung Merapi Lahat yang berstatus karyawan bank, antara lain Tn Marsuan Masri di Bank Sumsel Babel, Tn Salidin di Bank' BNI 46 Palembang. Ada juga sahabat karib kita yang keluar dari status karyawan Bank Jatim, karena fahamnya bahwa status uang di kantor bank itu Riba dan hukumnya Haram.
Selama puluhan tahun kita merasakan guna dan manfaat eksistensi kantor bank. Terhitung sejak tahun 1984, pertama kali kita keluar masuk kantor bank, seperti kredit sepeda motor Suzuki 80 dalam program KPG di BCA. Kemudian pada tahun 1985, program KPR BTN untuk dapat rumah typo 49 di Manggalarang Candi Sidoarjo Jawa Timur. Selain itu kita menggunakan kartu ATM untuk mendapatkan uang tunai dengan cara menggesek.
Ketika kita Safari di Bumi Cenderawasih, kita diberi tahu oleh guide tentang beberapa daerah yang disebut Kampung Merah yang bermakna wilayah anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kita sempat bertanya di dalam hati kapan perjuangan mereka akan berakhir, karena betapa sulitnya mendirikan sebuah negara, seperti harus menetapkan nama mata uang dan kantor bank sentral.
Setelah negara merdeka saja masih dirasakan banyak kesulitan yang dihadapi pemerintah tentang masalah keuangan. Pengalaman pemerintah Indonesia, pada saat Presiden SBY sudah ada gagasan dari pakar ekonomi untuk melakukan redenominasi uang kertas seribu dicetak dengan angka satu rupiah.
Sampai akhir masa jabatan Presiden SBY tahun 2014 program redenominasi tidak terwujud. Atas dasar fakta tersebut, ketika pemilu pada tahun 2014, kita pilih Paslon Presiden Tn Jokowi dan Tn Jusuf Kalla dengan sebuah harapan beliau bisa membuat kebijakan tentang Redenominasi tersebut.
Kita sebagai warga negara ingin merasakan dan menyebut kurs uang Rupiah dan Ringgit seperti masa Orde Lama. Nilai uang Seringgit Malaysia setara dengan nilai uang Rp 2,5, - Orang di kampung biasa menyebut nilai uang Rp 250 dengan sebutan Seratus Ringgit.
Kalau saja program redenominasi dilakukan pada masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto (2024 - 2029). Nilai kurs uang dolar Amerika Serikat akan berubah dari angka sekarang Rp 16.000,- menjadi Rp 16,-.karena tiga angka Nol (000) di belakang hilang. Ketika uang kertas rupiah dicetak industri keuangan, angka tersebut dihilangkan atas keputusan Gubernur Bank Indonesia. Barokallah Amien.
Rabu, 31 Juli 24
Sabdasheh
Editor: Abdul Chalim
Oleh: Sheh Sulhawi Rubba