Tegursapanews.com - Pemimpin Militer: Pada 18 Desember 1948, tentara NICA menggelar kampanye militer Doortot niat Djokdja. Kampanye militer ini berhasil menawan Soekarno-Hatta, sebagai pemimpin Republik Indonesia.
Operasi militer NICA ini membuat pasukan TNI dan laskar-laskar tercerai berai. Kemudian, setelah peristiwa ini, terjadi penandatanganan kesepakatan di Istana Rijswik, pada 27 Desember 1949.
Kesepakatan in,i merupakan lanjutan dari konfrensi Meja Bundar, dengan rumusan pendirian Republik Indonesia Serikat (RIS) yang di dukung APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) sebagai tentara nasional.
Tentu saja, kesempatan ini membawa masalah tersendiri bagi pasukan-pasukan militer yang telah terkoordinasi pada era sebelumnya.
Pasukan AOI mendapat tawaran dari APRIS untuk bergabung. Kiai Mahfudh menolak bergabung, karena melihat bahwa kebijakan Rera merugikan laskar-laskar dan terutama AOI.
Setidaknya, ada empat ancam pasca kebijakan Rera: (1) ancaman eksistensi organisasi, (2) ancaman kehilangan posisi sosial ekonomi, (3) ancaman kehilangan posisi politis (4) ancaman kehilangan posisi budaya.
Kiai Mahfudh sebenarnya tidak memikirkan tentang karir militer atau posisinya sebagai komandan laskar.
Akan tetapi, nasib puluhan ribu pasukan dan simpatisan laskar Hisbullah-Sabilillah, dan pasukan AOI di kawasan kedu selatan menjadi keprihatinan Kiai Mahfudh.
AOI pada masa itu, memiliki pengaruh besar di Wonosobo, Banjarnegara, Cilcap, kebumen, dan Purworejo.
Bahkan Kharisma Kiai Mahfudh melebihi Otoritas pejabat Bupati Kebumen pada masa itu, RM Istikno Sosrobusono.
Bersambung.....
Kedinding Lor Surabaya, Kamis - 29 - Agustus - 2024
Abdul Chalim CEO Tegursapanews.com Sponsorship universal Institute of Professional Management (UIPM)
For further information call me: 0818 536 867