Notification

×

Iklan

Iklan

Budaya Acara Resepsi Perkawinan Yang Tanpa Kotak Amplop

| Agustus 24, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-08-25T02:44:12Z
Tegursapanews.com - Tanpa Kotak Amplop: Alhamdulillah, siang hari ini kita sempat hadir dalam acara resepsi pernikahan Pn Rahmah dan Tn  Amir di Masjid al-Akbar Surabaya, atas undangan sahabat karib Tn Nurhidayat. Kita kenal sahibul hajat sejak tahun 1980an, beliau salah seorang aktivis ormas Remaja Masjid Al-Falah Surabaya yang sukses. Kita faham bahwa beliau turut merintis budaya jilbabisasi sebagai pakaian muslimah di kalangan murid sekolah lanjutan atas.

Dalam hal ini teriring sepenggal doa buat mempelai berdua yang memakai busana biasa tanpa pakaian khas adat Jawa seperti busana pengantin Yogyakarta dan Solo. Pakaian adat tersebut populer di tengah masyarakat selama ini, dengan sebutan Status Raja Sehari di atas pelaminan. Semoga terwujud Profil Keluarga Al-Sakinah MAwaddah wa RAhmah (ASMARA) sampai di akhir hayat. Maqbulan amien 

Salah satu hal yang menarik, budaya baru di kalangan para miliarder pada abad ini. Sahibul hajat yang mengundang karib kerabat dan sahabat karib yang jumlahnya ratusan orang dalam sebuah gedung di dalam masjid. Mereka itu tidak menerima sumbangan uang dari para undangan yang biasanya dimasukkan di dalam kotak khusus amplop berisi uang. Pada hal biaya dalam acara resepsi tersebut diduga bernilai ratusan juta rupiah, ruangan acara yang tampak megah dan mewah.

Selama ini, kita menemukan beberapa orang sahabat karib yang semacam itu, antara lain Tn Achmad Jainuri tokoh Muhammadiyah Jawa Timur. Beliau tercatat sebagai tokoh perintis mendirikan lembaga pendidikan Islam UMSIDA (Universitas Muhammadiyah Sidoarjo) pada tahun 1984 bersama kekawan lainnya yang berasal dari Lamongan, seperti Tn Abu Sufyan.

Hal tersebut berbeda dengan budaya Islam di kalangan masyarakat Madura. Ketika mereka punya hajat menikahkan anak kesayangannya di kampung. Mereka akan mencari siapa saja dari karib kerabat dan sahabat karib yang pernah mereka bantu material sebelumnya yang tercatat rapi dalam buku keluarga.

Selama ini, informasi yang pernah kita dengar tentang budaya adat istiadat bagi mereka memberi bantuan kepada keluarga yang punya hajat dalam akad perjanjian sebagai tabungan dalam bentuk barang selain uang. Misalnya mereka memberi sumbangan seekor Sapi atau satu kuintal beras. Pada saat mereka punya hajat, status tabungan tersebut akan diambil kembali dan harus dibayar tunai.

Dalam hal ini, pernah terdengar informasi setelah acara usai tentang laporan hasil punya hajat yang didapatkan dari acara resepsi pernikahan putra putri mereka. Konon ada warga yang merasa untung dan ada pula yang rugi dari hitungan nilai total biaya yang mereka keluarkan dalam budaya resepsi pernikahan anak kandung di pulau Madura.

Alkisah ketika kita pulang kampung ke Desa Gedung Agung Merapi Timur Lahat Sumsel, beberapa kali kita menghadiri acara resepsi perkawinan putra putri karib kerabat dan sahabat karib di kampung halaman leluhur. Acara resepsi pernikahan sebagian dilakukan di depan rumah sendiri, sebagian di tanah lapang warga kampung yang kosong.

Kita pernah melihat status tetangga rumah kiri kanan dan karib kerabat yang disebut dengan istilah Apitjurai dan Adeksanak. Mereka gotong royong bekerja di rumah sahibul hajat dengan adat istiadat membawa sembako dan hewan ternak yang mereka miliki. Barang tersebut disumbangkan kepada warga yang sedang punya hajat yang disebut dengan Sadakah. Barokallah Amien.

Sabtu, 24 Agustus 24 
Sabdasheh

Editor: Abdul Chalim

Oleh: Sheh Sulhawi Rubba
×
Berita Terbaru Update