Notification

×

Iklan

Iklan

Selama Se-Abad Hindia Belanda Di Bumi Sriwijaya

| Agustus 16, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-08-17T03:04:56Z
Tegursapanews.com - Bumi Sriwijaya:   Bagi bangsa Indonesia, tanggal 17 Agustus, disebut Hari Raya Nasional, hari Proklamasi Kemerdekaan NKRI. Dengan Itu kita tulis di spanduk "Dirgahayu Indonesia, Selamat Tahun Baru Republik Indonesia ke 80, Sabtu, 17 Agustus 2024" (Sabdasheh). 

Spanduk tersebut kita pasang di Balai RW Manggalarang Candi Sidoarjo dengan ukuran 250 x 70 cm, ongkos cetak Rp 45.000 atau setara $ 3 US atau 12 Riyal Arab Saudi dan 12 Ringgit Malaysia. Ketika nilai uang tersebut dibelikan beras di pasar tradisional dapat 3 kg beras premium, setara dengan berat' beras untuk Sadakah zakat fitrah di bulan Ramadan.

Bagi kita sebagai warga yang berdomisili di Perum Manggalarang sejak hari Sabtu, tanggal 17 Agustus 1985 merupakan hari yang bersejarah kita hijrah dari Margo Rukun IX-24 Surabaya ke Desa Larangan. Terhitung sejak tanggal 17 Agustus 1986, kita sudah ikut serta acara memperingati dan merayakan hari raya nasional yang populer dengan sebutan HUTRI (Hari Ulang Tahun Republik Indonesia).



Profil tetangga kiri kanan kita di Sudirman Empat pada saat itu. Mayoritas mereka lahir pada masa Pemerintah Orde Lama, hanya beberapa orang yang lahir pada zaman Hindia Belanda. Kita ingat nenama kepala keluarga di RT 21, antara lain Tn Poerwadi, Tn Abdul Syukur, Tn Mulyono, Tn Supriyadi, Tn Djajadi, Tn Ahmad Basuki, Tn Badri, Tn Jusmartono, Tn Kumpul dan Tn Sukirman. Mereka itu semua sudah beristirahat di alam barzah.

Sedangkan yang masih hidup dan segar bugar antara lain, Tn Arochwan, Tn Itnu Djuwito, Tn Syafei, Tn Abdul Kahar, Tn Eddy Sumarsono, Tn Syahid, Tn Ahmad Fauzi, Tn Gawat, Tn Gatot Cahyono, Tn Solihin dan warga lainnya yang dianggap baru hijrah pada abad ke 21, seperti Tn Syafiq, Tn Hari Subagijo , Tn Tunut dan nama baru lainnya.

Pada masa Orde Baru, ketika kita merayakan HUT RI yang diawali dengan beraneka ragam lomba buat anak anak yang masih sekolah. Terasa sangat meriah, apalagi pada malam Tirakatan yang dilaksanakan pada setiap tanggal 16 Agustus malam dengan hidangan khas Nasi Tumpeng Kuning yang dihadiri ketua RW 06 Tn Bhinudi. Beliau yang dikenal warga sebagai aktivis PNI yang masuk Golkar. Beliau selalu teriakkan kata pembuka "Merdeka" kepada warga RT 21 yang hadir dalam setiap sambutan sepatah kata.

Sekarang suasana sudah jauh berubah, apalagi ketua RT 21 yang dipanggil Tn Ethok Basuki yang lahir pada akhir abad ke 20. Disini tidak ada lagi istilah Malam Tirakatan, karena sudah dijamak dengan acara syukuran yang berbagi hadiah kepada para pemenang dalam lomba di kampung pada tanggal 17 Agustus malam.

Selama 20 tahun (1955 - 1974) kita berdomisili di tanah kelahiran di Dusun Simpang Agung Merapi Timur Lahat Sumsel. Kita tidak pernah mengenal istilah Malam Tirakatan pada setiap malam 16 Agustus. Mungkin warga kampung di Marga Gedung Agung Merapi Lahat tidak pernah merasakan penderitaan selama masa pemerintahan Hindia Belanda dan mereka tidak ikut dalam perjuangan fisik dalam perang.



Kisah yang tercatat dalam sejarah nasional, bahwa Kesultanan Palembang ditaklukkan Tentara Belanda pada tahun 1830, dengan kasus Sultan Mahmud Badaruddin 2 dibuang ke Pulau Ternate Maluku Utara sampai wafat. Kita pernah berziarah ke makam beliau pada tahun 2017. Dengan itu status Bumi Sriwijaya dijajah Belanda hanya selama satu abad.

Berbeda dengan masyarakat di pulau Jawa yang dijajah Belanda selama 350 tahun. Jutaan nyawa yang melayang dan menderita selama dijajah Hindia Belanda, seperti kasus kerja paksa membangun jalan raya sepanjang 1000 km dari Anyer Banten Jawa Barat sampai ke Panarukan Jawa Timur pada akhir abad ke 19. Atas dasar tersebut, maka timbul budaya Acara Tirakatan pada tanggal 16 Agustus setiap tahun. Barokallah Amien.

Jumat, 16 Agustus 24 
Sabda



Editor: Abdul Chalim

Oleh: Sheh Sulhawi Rubba
×
Berita Terbaru Update