Tegursapanews.com - Hukum adat: Hukum yang berlaku di wilayah Nusantara terbagi 3 macam, yaitu Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum Positif. Ketiga hukum tersebut dilindungi UUD 1945 berdasarkan Filsafat Pancasila. Dengan demikian, status Hukum Rimba terlarang di tengah masyarakat.
Status Hukum Adat sangat dominan di Tanah Papua yang disebut Bumi Cenderawasih, karena hukum adat sudah berlaku di tengah masyarakat sebelum Indonesia Merdeka. Status Hukum Adat adalah hukum yang tidak tertulis, namun difahami dan dipatuhi oleh warga negara di Indonesia.
Sedangkan status Hukum Islam sudah berlaku di Tanah Rencong yang tertulis dalam Qanun Aceh. Kita pernah melihat hukum cambuk terhadap warga negara yang melakukan maksiat. Hukum cambuk dilakukan Algojo di atas panggung di depan masjid sebelum waktu Salat Jumat yang disaksikan dengan mata kepala oleh ratusan warga kampung dari puluhan desa di wilayah kecamatan.
Status hukum adat yang tidak tertulis juga berlaku di wilayah Kesultanan Palembang, seperti yang kita ketahui di tengah masyarakat Marga Gedung Agung Merapi Lahat Sumsel. Salah satu bentuk hukum adat tersebut yang terkait dengan masalah status kepemilikan harta benda yang berupa perkebunan.
Selama ini belum ada kasus warga kampung yang berani mengambil alih tanah kebun milik orang lain. Ribuan hektar (bidang) kebun Karet, kebun Duku, kebun Kopi, kebun Rambutan termasuk sawah ladang milik warga yang belum memiliki sertifikat hak milik yang dikeluarkan kantor dinas pertanahan.
Salah satu contoh dalam kepemilikan tanah yang berupa kebun karet. Semua warga di dusun Simpang Agung faham, bahwa tanah yang dijadikan lahan pembangunan Kantor Kepala Desa Gedung Agung Merapi Timur Lahat Sumsel yang bertingkat dua di darat Tebat Lempaung. Tanah tersebut sebelumnya adalah kebun karet milik Jurai Rubbayuni.
Dalam hal ini kita sejak balita sudah diajak orang tua ke kebun karet tersebut untuk menyadap getah karet yang disebut dengan istilah Nabah Balam. Kita punya seribu satu kisah di kebun karet tersebut yang masih terekam dengan baik dalam ingatan.
Sejak waktu Subuh sebelum Matahari terbit, kita sudah usung kotak balam dari kampung untuk mencari uang belanja keluarga dengan membawa penabah untuk menyadap pohon karet, mulai dari hari Ahad sampai Jumat. Pada hari Sabtu libur, warga berbelanja di Kalangan dengan uang hasil dari kebun karet tersebut.
Atas dasar pengalaman kita selama 20 tahun (1955 - 1974) yang hampir setiap hari berada di kebun karet tersebut. Tahun lalu kita pernah mengusulkan kepada karib kerabat di kampung seperti kepada Tn Dahrullah Surya sebagai Tue Jurai dan dik beradiknya untuk memberikan plakat nama jalan di lokasi kantor Kepala Desa Gedung Agung dengan tulisan Jalan Nining Darul, yang bermakna Jurai Rubbayuni.
Dalam hal ini semoga Tn Frengky sebagai Si Pahit Lidah merestui usulan kita tersebut yang menetapkan nama Jalan Nining Darul di lokasi Kantor Kepala Desa Gedung Agung Merapi Timur Lahat Sumsel. Hal tersebut sebagai percikan sejarah Hukum Adat yang masih tetap berlaku di kampung halaman. Barokallah Amien.
Kamis, 08 Agustus 24
Sabdasheh
Editor: Abdul Chalim
Oleh: Sheh Sulhawi Rubba