Oleh: Yusdi Lastutiyanto*
_It's never too late to start over. Every day is a new chance to reinvent yourself._
- Jeffrey E. Young, Ph.D
Tegursapanews.com - Toxic: Linda, seorang wanita berusia 35 tahun, merasa terjebak dalam hubungan cinta yang tidak sehat. Meskipun dia menyadari bahwa hubungan tersebut tidak baik untuknya, sebab dia merasakan memiliki pasangan yang manipulatif dan kasar secara emosional, walaupun begitu dia tetap bertahan. Setiap kali dia mencoba untuk mengakhiri hubungan, dia merasa takut, cemas, dan segera kembali kepada pasangan yang sama, seperti ada kecanduan tersembunyi yang dia rasakan, hal ini berulang kali terjadi, setiap ada pikiran mau berpisah, seperti ada bisikan dalam kepalanya untuk tetap bertahan.
Akhirnya Linda memberanikan diri untuk datang ke seorang hipnoterapis untuk mencari tahu mengapa dia terus-menerus kembali ke hubungan yang menyakitkan, meskipun dia tahu bahwa itu merugikan dirinya secara emosional.
Dalam proses percakapan awal dan konsultasi, hipnoterapis menemukan pola bahwa Linda memiliki kebutuhan akan cinta dan rasa aman yang dia tidak dapatkan saat kecil, dia membutuhkan validasi dan rasa aman, rupanya ini didapatkan dari pasangannya yang toxic itu, dalam perjalanan pernikahannya sang suami melakukan kekerasan verbal dan terkadang memukul jika emosinya memuncak, tapi anehnya sang suami berubah menjadi baik ketika sang istri menangis dan membelikan sesuatu bahkan bisa sangat romantis.
Dari hasil diskusi dan analisa kasus terdapat beberapa kebutuhan yang menjadi landasan mengapa Linda mau bertahan, diantaranya.
1. Kebutuhan akan Keamanan
Linda bercerita bahwa saat kecil, dia tumbuh dalam lingkungan yang tidak stabil. Ayahnya sering meninggalkannya dan ibunya secara tiba-tiba, menciptakan rasa takut dan ketidakamanan. Ketika dewasa, Linda tanpa sadar mencari hubungan yang memberi rasa adanya keluarga, meskipun itu _toxic_ karena itulah yang dia ketahui dari masa kecilnya. Hubungan yang tidak stabil dan penuh drama memberi Linda rasa keterikatan yang ia hubungkan dengan keintiman.
2. Sabotase Diri
Meskipun Linda sangat ingin berada dalam hubungan yang sehat, kebutuhannya yang tidak terpenuhi akan rasa aman dan keterikatan membuatnya kembali pada pola yang _toxic_. Setiap kali dia merasakan kemungkinan untuk ditinggalkan atau kesepian, ketakutan masa kecilnya muncul, dan dia akan kembali pada hubungan yang tidak sehat.
3. Alasan Linda Bertahan
Dalam sesi hipnoterapi, Linda akhirnya menyadari bahwa kebutuhannya akan cinta dan keamanan, yang tidak terpenuhi di masa kecilnya, membuatnya mencari "cinta" di tempat yang tidak tepat. Hubungan yang tidak sehat itu, meskipun berbahaya, memenuhi kebutuhan emosional terdalamnya akan rasa keterikatan, meskipun dengan cara yang tidak sehat.
Dalam proses hipnoterapi beberapa sesi, sang Hipnoterapis menggunakan teknik Psikoterapi seperti _Age regression, life line analisis, Schema Therapy, Inner Child Healing, Gestalt Therapy, Parts Therapy, Anchoring_ dan _Motivational Interviewing_ untuk membantu Linda menyadari keadaan mentalnya dan siap membuat keterampilan berpikir dan perilaku baru. Mereka bekerja bersama untuk mengembangkan strategi yang bisa membantu Linda mencari dukungan dari sumber yang lebih sehat, seperti pertemanan yang mendukung, serta mengembangkan rasa aman dalam dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada hubungan yang toxic, Linda dilatih untuk berpijak diatas kakinya sendiri.
Melalui proses hipnoterapi dan kesadaran akan kebutuhan emosionalnya, Linda perlahan-lahan belajar untuk memutus siklus hubungan yang merusak. Dia mulai memprioritaskan kebutuhan akan rasa aman dalam hubungan yang lebih sehat, dan mulai melepaskan diri dari pola sabotase diri yang terus mengembalikannya pada hubungan yang _toxic_. Dalam beberapa bulan, Linda berhasil memiliki sudut pandang baru dari hubungan tersebut dan mulai membangun hidup yang lebih sehat, dengan fokus pada kesejahteraan dirinya. Dia memahami bahwa dia tidak bisa mengubah pasangannya, oleh karena itu pemikiran dan perilaku baru yang dilatih selama proses Hipnoterapi digunakannya, salah satu adalah _Transactional Analisis_ dan _Parts Language_.
_Transactional Analisis_ adalah pola komunikasi dengan ego personality yang sedang muncul pada seseorang pada satu waktu, sementara _Parts Language_ adalah pola bahasa yang digunakan ketika berkomunikasi dengan kemunculan _ego personality_ tertentu. Contohnya: saat sang suami marah, Linda berkata "saya tahu ada bagian diri kamu yang sedang emosi, saya khawatir kalau saya melayani marah kamu, nanti kamu meledak, silakan tenangkan diri dulu, baru kita bicara"', Linda merubah diri menjadi sosok dewasa dan nurturing sebab ego personality yang muncul dari suaminya adalah skema anak-anak yang juga memiliki kebutuhan tertentu.
Kisah Linda menggambarkan salah satu contoh nyata dari bagaimana kebutuhan yang tidak terpenuhi dapat memicu self-sabotage, dan bagaimana seseorang bisa mengatasi pola destruktif ini dengan memahami dan memenuhi kebutuhan emosional mereka secara lebih sehat.
Dari catatan di atas saya menjadi lebih memahami bahwa kebutuhan yang ingin dipenuhi memang bisa menjadi motivasi tapi juga bisa menjadi sisi gelap kita dan jebakan pemikiran, jika kita terlalu berharap orang lain memenuhi kebutuhan kita, maka kita berpotensi tersakiti, berbeda rasanya jika kita berharap pada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Ada satu teknik menarik agar kita tidak bergantung pada orang lain untuk memvalidasi diri kita, yaitu hiduplah seakan-akan Anda menggunakan Jubah Cinta setiap hari, dengan ini Anda bisa memiliki _mindset_ sebagai pemberi cinta, dengan meyakini diri bahwa Tuhan Sang Maha Pemberi Cinta memberikan Cintanya penuh kepada Anda setiap saat, yaitu dengan mensyukuri hal-hal kecil yang diberikan.
Semoga bermanfaat dan Terima kasih
*Instructor NLP Lisensi IHC