Notification

×

Iklan

Iklan

Status Film Dokumenter Peristiwa Gestapu PKI 1965

| September 29, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-09-30T01:11:02Z
tegursapanews.com - Gestapu:  Alkisah ketika PKI yang dipimpin DN Aidit kelahiran Belitung pada tahun 1923 melakukan aksi penculikan terhadap Dewan Jenderal TNI AD yang dibunuh di Lubang Buaya Jakarta Timur pada peristiwa tragis yang dikenal dengan istilah Gestapu PKI 1965. Pada saat itu, kita masih duduk di kelas 3 SD Negeri Marga Gedung Agung Merapi Lahat Sumsel.

Kemudian setelah kita kuliah di kampus IAIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya pada tahun 1975-1982. Ketika keluyuran di ibukota Jakarta kita sempat berkunjung ke lokasi Lubang Buaya di Jakarta Timur untuk melihat museum peristiwa tragis Gestapu PKI pada tahun 1965.

Dalam hal ini, tercatat dalam sejarah politik nasional, bahwa pada 30 September, dalam tragedi kelam G30S/PKI yang terjadi di Nusantara, bangsa Indonesia kehilangan sederet nama prajurit TNI yaitu :
1. Letjen TNI Ahmad Yani, 
2. Mayjen TNI Raden Suprapto, 
3. Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono, 
4. Mayjen TNI Siswondo Parman, 
5. Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan, dan 
6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo. 

Tragedi tersebut bisa disaksikan bangsa Indonesia pada abad ini dalam sebuah film dokumenter yang berjudul Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI. Film tersebut selalu diputar di layar kaca setiap tahun pada akhir bulan September.

Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, status PKI sudah berdiri sejak tahun 1914 di Jakarta. Kemudian dalam pemilu pertama tahun 1955, PKI termasuk 4 parpol besar yang meraih suara terbanyak bersama PNI, Partai Masyumi dan PNU.

Dalam peta politik internasional, PKI termasuk Partai Komunis terbesar ketiga setelah Partai Komunis Tiongkok dan Partai Komunis Uni Sovyet. Barokah peristiwa Gestapu PKI Tahun 1965, partai tersebut dinyatakan Partai Yang Terlarang hidup di Bumi Pertiwi Indonesia.

Sungguh banyak hikmah yang didapatkan bangsa Indonesia atas peristiwa yang tragis tersebut. Antara lain lahirnya Pemerintah Orde Baru yang dipimpin Jenderal Besar HM Soeharto selama 32 tahun. Kemudian lahirnya kebijakan Dwi Fungsi ABRI yang memberikan kesempatan kepada para perwira ABRI (TNI/Polri) menjabat kepala daerah di seluruh wilayah Nusantara. 

Hal yang menarik pada masa Orde Baru, warga negara yang berstatus anggota PKI dan para simpatisannya tidak punya ruang untuk bergerak secara leluasa. Mereka disebut warga negara yang mati Kutu di tengah masyarakat. Tidak ada peluang bagi mereka untuk turut aktif dan berkiprah dalam lingkaran lembaga negara, seperti tertolak menjadi anggota ABRI dan aparat negara lainnya. Barokallah Amien 

Ahad, 29 September 24 
Sabdasheh


Editor: Abdul Chalim

Oleh: Sheh Sulhawi Rubba
×
Berita Terbaru Update