tegursapanews.com - Cuban Sewu: Ketika kita naik turun Jabal Nur di kota Makkah untuk melihat dengan mata kepala sendiri tentang Gua Ghira, tempat Nabi Muhammad SAW berkhalwat dan menerima wahyu pertama dari langit melalui Malaikat Jibril. Pada saat itu kita mendapatkan informasi tentang usaha pembangunan Seribu Anak Tangga disitu adalah perjuangan pedagang asal Pakistan, yang berusaha jual kopi di atas gunung.
Kemarin ketika kita turun ke destinasi wisata Air Terjun Cuban Sewu Malang Jawa Timur yang harus melewati Seribu Anak Tangga dari atas Panorama Tumpak Sewu Lumajang. Guide disana memberi tahu kita, bahwa warga desa yang berjuang membangun Seribu Anak Tangga tersebut sejak tahun 2012. Mereka dari kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang kerja gotong royong, bukan proyek pemerintah pusat dengan anggaran dari APBN.
Dalam hal ini ada sisi kesamaan pengalaman dalam hal mereka berbuat kebajikan untuk para ziarawan dan para wisatawan yang datang ke destinasi wisata di Tumpak Sewu Lumajang dan Gua Ghira di Makkah Arab Saudi. Masalah tersebut baru bulan lalu, kita baca informasi di media online, bahwa Pemerintah Arab Saudi nawaitu akan membangun Kereta Gantung ke Gua Ghira dari pusat kota Makkah.
Kemudian sore hari ini, kita baru saja dapat postingan video via WA dari sahabat karib Tn Trisono Sriwidodo tentang opini mahasiswa asal Mesir di Yogya yang menyatakan, bahwa selama ini di Timur Tengah tidak ada warga yang menyatakan status dirinya sebagai Habaib, seperti yang terjadi di Nusantara.
Status habaib di Indonesia mendapat tempat yang terhormat di tengah masyarakat. Namun demikian sebagian mereka yang disebut warga tetesan darah Nabi Muhammad SAW, mereka enggan dipanggil dengan sebutan Habib. Selama ini belum pernah terdengar berita di media sosial, tentang status wanita yang disebut dengan panggilan Syarifah dinikahi lelaki yang bukan berstatus Habib.
Dalam hal ihwal istilah tetesan darah warga negara di tengah masyarakat, seperti istilah Darah Biru buat kaum ningrat di pulau Jawa dengan gelar Raden, Andi di Bugis Teuku di Aceh, Lalu di Lombok NTB dan beragam gelar kehormatan yang lainnya yang tetap terpelihara di tengah masyarakat.
Kita yang berstatus sebagai tetesan darah petani tradisional yang sibuk di perkebunan. Disini kita menyatakan, bahwa leluhur kita berasal dari Jurai Puyang al-Basri yang lahir di Marga Gedung Agung Merapi Lahat Sumsel pada abad ke 19.
Sekalipun beliau bukan kelompok Habaib yang berasal dari Makkah. Beliau pernah Safari Manasik Haji dan Ibadah Umrah ke tanah suci Makkah bersama ribuan jamaah haji dari Nusantara pada abad silam. Dengan itu, pasti mereka pernah berziarah ke makam Rasul Global dan para sahabatnya di masjid Nabawi Madinah. Barokallah Amien
Ahad, 22 September 24
Sabdasheh
Editor: Abdul Chalim
Oleh: Sheh Sulhawi Rubba