Oleh: Yusdi Lastutiyanto*
_"Trance is a natural state experienced by everyone."_
- Milton Erickson
tegursapanews.com - mengubah: Kita sering merasa hidup ini berjalan di bawah kendali penuh kita, pilihan-pilihan yang kita buat, keputusan yang kita ambil, semua tampaknya lahir dari pemikiran sadar kita. Tapi Milton H. Erickson, tokoh besar di dunia hipnosis, punya pandangan lain. Hidup kita, menurutnya, sebagian besar dikendalikan oleh pikiran bawah sadar. Jangan salah, ini bukan berarti kita seperti mesin otomatis yang tak punya kebebasan. Sebaliknya, Erickson percaya bahwa pikiran bawah sadar adalah ruang yang penuh potensi. Ia bisa disentuh, dibentuk, bahkan dijadikan sumber kekuatan untuk perubahan yang nyata.
Membuka Gerbang Pikiran Bawah Sadar Dengan Hipnosis
Bayangkan hipnosis sebagai sebuah jembatan. Jembatan ini menghubungkan pikiran sadar yang sibuk dengan pikiran bawah sadar yang tenang, luas, dan sering kali terabaikan. Erickson melihat hipnosis bukan sebagai trik murahan untuk "mengendalikan" orang, tetapi sebagai alat untuk membawa seseorang ke keadaan fokus mendalam, yang sering disebut trance.
Trance itu sendiri, menurut Erickson, adalah pengalaman yang sangat alami. Pernahkah Anda merasa begitu tenggelam dalam sebuah cerita hingga lupa waktu? Atau merasa seperti "terhisap" saat menonton film yang bagus? Itulah contoh sederhana dari trance, kondisi di mana kita menjadi lebih terbuka terhadap ide-ide baru, lebih siap untuk belajar, dan lebih mampu mengakses bagian-bagian terdalam dari diri kita. Sama seperti halnya ketika Anda membaca tulisan ini.
Dalam keadaan hipnotik, Erickson membantu pasiennya menemukan jawaban atas masalah mereka sendiri. Ia tidak memberi instruksi atau memaksa. Sebaliknya, ia menciptakan ruang bagi pasien untuk menggali kekuatan yang sudah ada di dalam diri mereka.
Alat Transformasi yang Sederhana Tapi Kuat yaitu dengan Cerita dan Metafora
Erickson punya jurus andalan yang sederhana, tapi luar biasa efektif, yaitu dengan bercerita. Ia percaya bahwa cerita adalah medium yang kuat untuk menyampaikan pesan ke pikiran bawah sadar. Cerita itu seperti pintu belakang, pesan-pesan yang mungkin akan ditolak jika disampaikan secara langsung, bisa diterima dengan mudah ketika disisipkan ke dalam sebuah cerita.
Cerita-cerita Erickson sering kali tampak biasa saja. Kadang lucu, kadang penuh informasi menarik. Tapi di balik kesederhanaannya, cerita-cerita ini membawa pesan yang dalam. Pasien yang mendengar cerita Erickson mungkin bahkan lupa detail ceritanya, tapi itu bukan masalah. Pesan dari cerita itu tetap bekerja di bawah sadar, memengaruhi pola pikir dan perilaku mereka dengan cara yang halus tapi signifikan.
Mengapa Metode Erickson Efektif?
Coba bandingkan metode Erickson dengan cuci otak (_Brainwash_). Dalam sejarah, kita tahu bahwa cuci otak sering digunakan untuk memaksa orang mengadopsi ideologi tertentu. Tapi cuci otak punya kelemahan, efeknya hanya bertahan selama lingkungan terus mendukungnya. Ketika individu kembali ke lingkungan asal mereka, pengaruh cuci otak sering kali memudar.
Berbeda dengan itu, pendekatan Erickson tidak memaksa. Ia bekerja dari dalam, membangkitkan potensi dan nilai-nilai yang sudah ada di dalam diri pasien. Perubahan yang dihasilkan menjadi lebih mandiri, lebih tahan lama, dan sering kali memperkuat dirinya sendiri.
Pelajaran dari Milton Erickson
Milton Erickson mengajarkan kita sesuatu yang sederhana tapi penting, perubahan sejati tidak harus datang dari luar. Sering kali, jawaban atas masalah-masalah terbesar kita sudah ada di dalam diri kita sendiri. Kita hanya perlu alat yang tepat untuk menemukannya.
Hipnosis adalah salah satu alat itu. Bukan alat untuk mengendalikan orang, tetapi alat untuk membuka pintu ke pikiran bawah sadar, ruang yang penuh dengan potensi dan kekuatan. Dan salah satu cara terbaik untuk mengaksesnya adalah melalui cerita.
Cerita yang sederhana, tapi disampaikan dengan empati dan pemahaman, bisa menjadi katalis untuk perubahan besar. Erickson membuktikan ini berkali-kali dalam praktiknya. Dan mungkin, cerita yang kita dengar, atau bahkan cerita yang kita sampaikan kepada diri kita sendiri, bisa menjadi awal dari transformasi yang kita cari.
Seperti yang Erickson yakini, di dalam diri setiap individu ada potensi unik untuk tumbuh. Kita hanya perlu belajar bagaimana mengetuk pintu bawah sadar kita, dan perubahan yang kita butuhkan akan datang dengan sendirinya. Sugesti bisa masuk ketika seseorang berada dalam keadaan hipnotik, dan untuk masuk ke keadaan hipnotik seseorang perlu menerima dan membuka diri terhadap alur kata yang ditanam.
Mau tahu bagaimana cerita bisa mengubah persepsi kita, simak cerita berikut ini tentang tema melepaskan dendam dan sakit hati.
Kisah Dua Batu
Di sebuah desa, seorang guru bijak mendapati dua muridnya sedang bertengkar hebat. Salah satu dari mereka, seorang pemuda yang pemarah, mengeluh, "Dia mencuri barangku, dan aku tidak akan pernah memaafkannya! Aku ingin dia menderita seperti aku menderita!"
Guru itu mendengarkan dengan tenang, lalu berkata, "Aku punya tugas untukmu." Dia mengambil dua batu besar dan menyerahkannya kepada si pemuda. "Bawalah batu-batu ini kemanapun kamu pergi selama satu minggu."
Pemuda itu menurut, meskipun dia tidak tahu maksud dari tugas itu. Selama seminggu, dia membawa batu-batu itu ke mana-mana, saat berjalan ke pasar, saat bekerja di ladang, bahkan saat tidur. Awalnya, dia berpikir itu mudah. Tapi, seiring waktu, berat batu itu mulai terasa. Bahunya pegal, tangannya kram, dan dia semakin jengkel setiap kali harus membawa batu-batu tersebut.
Seminggu kemudian, dia kembali ke guru dengan wajah kusut. "Guru, batu-batu ini terlalu berat. Aku tidak tahan lagi!"
Guru itu tersenyum dan berkata, "Begitu juga dengan dendam dan sakit hati yang kamu bawa dalam hatimu. Kamu mungkin tidak sadar pada awalnya, tetapi semakin lama kamu membawanya, semakin berat beban itu terasa. Seperti batu-batu ini, dendam hanya akan melukai dirimu sendiri."
Pemuda itu terpana, menyadari bahwa rasa sakit dan kemarahan yang dia simpan selama ini hanya membuat hidupnya lebih sulit.
"Jadi apa yang harus aku lakukan, Guru?" tanyanya.
Guru itu menjawab, "Lepaskan batu-batu itu. Letakkan mereka, dan kamu akan merasakan ringan yang selama ini tidak kamu sadari, izinkan diri mu untuk melepaskannya."
Dengan ragu, pemuda itu meletakkan batu-batu itu di tanah. Saat dia berdiri tanpa beban, dia merasa tubuhnya jauh lebih ringan. Senyuman kecil muncul di wajahnya.
"Dendam adalah beban yang hanya kamu bawa sendiri," kata guru itu. "Dan dengan melepaskannya, kamu bukan hanya membebaskan orang lain, tetapi yang lebih penting, kamu membebaskan dirimu sendiri, bahkan membuat diri mu menjadi lapang, ini bukan tentang orang yang menyakiti mu, tapi tentang bagaimana kamu menyayangi diri sendiri."
Pemuda itu tidak berkata apa-apa, tetapi sejak hari itu, dia mulai belajar untuk memaafkan. Setiap kali rasa marah kembali, dia mengingat beban batu-batu itu dan memilih untuk meletakkannya kembali di tanah.
Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih
Jakarta, 19 Januari 2025
*Trainer NLP di IHC & LOA di Jakarta