Notification

×

Iklan

Iklan

Sejarah Masjid Merah Putih Hidayatullah Parengki

| Januari 28, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-01-28T14:25:06Z




tegursapanews.com - Parengki: Masjid Merah Putih bukan sekedar nama yang tanpa dasar sejarah.  Masjid  Merah Putih punya cerita akan dedikasi, heriosme, semangat juang, dan pengorbanan para pejuang kemerdekaan  Republik Indonesia ini.


Masjid Merah Putih adalah nama yang diberikan oleh Ustad Abdurrahman Muhammad, Pemimpin Umum Hidayatullah,  untuk Masjid di pesantren Hidayatullah yang terletak di Parengki, Kec Suppa, Pinrang.  


Masjid ini diresmikan pada Senin, 27/01/2025, oleh pemerintah Kab. Pinrang. Juga dihadiri oleh para pengurus pusat Hidayatullah diantaranya Ir. Abdul Aziz Kahar, Drs. Tasmin Latif, Drs. Zainuddin Musaddad, Ustad Sholeh Usman, dan beberapa pengurus DPW dan DPD se Susel dan Sulbar.


Selain sebagai tempat ibadah dan sarana  pesantren di pesantren, Masjid ini juga didedikasikan sebagai monumen sejarah perjuangan rakyat Parengki dalam melawan pasukan Westerling.


Westerling, nama lengkapnya Raymond Pierre Paul Westerling, lahir pada 31 Agustus 1919 di Semarang, Hindia Belanda. Ia bergabung dengan tentara Belanda pada tahun 1938 dan menjadi perwira pada tahun 1941.


Pada bulan Desember 1946, Westerling memimpin operasi militer yang dikenal sebagai "Pembantaian Westerling", yang bertujuan untuk menghancurkan gerakan kemerdekaan Indonesia di Sulawesi Selatan. Operasi ini menyebabkan kematian ratusan orang Indonesia dan dianggap sebagai salah satu contoh kekejaman kolonial Belanda.


Adalah Letnan Satu Muhammad Said dan Letnan Muda Murtala, yang menerima amanah dari Jendral Sudirman dan Kahar Mudzakkar,  untuk melakukan pembentukan tentara di Sulawesi Selatan.  Yang saat itu diberi nama TRIPS, Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi. 


Sekedar diketahui,  pasca kemerdekaan,  17 Agustus 1945, Jepang sudah pulang kampung. Hanya Belanda tidak sepenuh hati membiarkan Indonesia merdeka.


Pada Desember 1946, datanglah Pasukan Westerling yang melakukan genosida terhadap Rakyat Sulawesi Selatan, yang Kemudian Kahar Mudzakkar memberikan istilah Korban 40.000 jiwa atas peristiwa Pembantaian yang berlangsung Desember 1946 hingga Februari 1947.


Meski Westerling hanya mengakui membunuh lebih dari 563 orang, tetapi itu sudah menjadi kejahatan perang yang luar biasa. 


Muhammad Said dan Murtala bersama pasukannya berangkat dari Parengki-Suppa menuju ke markas BPRI-Suppa untuk menemui Andi Selle dan Ambo Siradje. 


Oleh Komandan kelompok pasukan ekspedisi TRIPS Letnan Abdul Latif, memerintahkan agar pasukan ekspedisi TRIPS yang dipimpin oleh Letnan Murtala dan Letnan M. Said, segera menyusul ke tempat konsolidasi pasukan TRIPS di Paladange-Suppa bersama induk pasukan untuk menghindari serangan KNIL/KL, karena pos penjagaannya tidak jauh jaraknya dari lokasi tempat pendaratan pasukan ekspedisi, yaitu di Jampue.


Karena sikap keras  Letnan Murtala mempengaruhi dan menyatakan bahwa kita ke Sulawesi Selatan adalah ditugaskan untuk bertempur melawan Belanda, dan kenapa harus menyingkir untuk menghadapinya.


Dengan sikap yang demikian itulah maka Letnan Murtala memutuskan untuk bermalam di Parengki-Suppa dan keesokan harinya sekitar jam 05.00 subuh barulah meneruskan perjalanan. Akan tetapi,  dalam perjalanan pagi buta itu, pasukan KNIL/KL telah mengepung dengan ketat lokasi dari pada pasukan ekspedisi TRIPS di bawah pimpinan Letnan Murtala.


Terjadilah  pertempuran sengit dari pagi-pagi buta sekitar jam 05.00 sampai dengan jam 17.00 yang menyebabkan gugurnya seluruh pasukan Letnan Murtala dengan penuh keberanian, pantang menyerah kepada musuh.


Ada 26 orang pasukan TRIPS yang terbunuh, semua gugur di Parengki. Sementara Belanda ada 19 orang yang mati. 


Dari Peristiwa inilah, Pemimpin Umum Hidayatullah memberikan nama masjid nya di Hidayatullah Parengki dengan nama masjid Merah putih.


Sumber: Sarmadani


Editor: Abdul Chalim
×
Berita Terbaru Update